Sidang KPK

Soal Vonis MHM, Aktivis Kalsel Pertanyakan Independensi KPK-Hakim

Mantan DPRD Kalimantan Selatan, Anang Rosadi mempertanyakan independensi majelis hakim Pengadilan Negeri Banjarmasin dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Featured-Image
Mardani H Maming. Foto: IG @MHM Fanbase.

bakabar.com, JAKARTA – Mantan anggota DPRD Kalimantan Selatan, Anang Rosadi mempertanyakan independensi majelis hakim Pengadilan Negeri Banjarmasin dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu sebagai respons dari vonis 10 tahun penjara yang diterima oleh mantan bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani H. Maming.

“Ada indikasi bahwa kebebasan independensi daripada majelis dan KPK patut dipertanyakan di Republik ini,” ujar pegiat sosial tersebut, Minggu (12/2).

Menurutnya, vonis yang diberikan majelis hakim merupakan sebuah bukti tidak telitinya seorang hakim dalam merangkai suatu peristiwa hukum.

“Ada keputusan tersebut, membuktikan bahwa ketidakcermatan majelis dalam merangkai sebuah peristiwa hukum,” tutur ketua DPW Gerakan Jalan Lurus itu.

Selanjutnya, Anang juga menjelaskan bahwa kasus yang terjadi kepada Mardani Maming merupakan murni urusan bisnis, jadi tidak sepatutnya KPK mempermasalahkan kasus yang bukan sebuah tindak pidana.

“Soal peralihan IUP, ini kan bukan soal perampokan tapi murni be to be bisnis makanya ada peralihan tersebut,” imbuhnya.

Maka dari itu, ia mempertanyakan kebijakan yang dikeluarkan majelis hakim PN Banjarmasin dan KPK terkait vonis tersebut.

“Jadi bagaimana bisa seseorang dipidanakan karena suatu perbuatan yang dianggap mal administrasi,” pungkasnya.

Baca Juga: Pakar Hukum Prihatin Vonis 10 Tahun Mardani H Maming

Sebelumnya, majelis hakim yang diketuai Heru Kuntjoro bersama empat hakim anggota; Aris Bawono Langgeng, Jamser Simanjuntak, Ahmad Gawi dan Arie Winarno, mengganjar Mardani H Maming dengan hukuman 10 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Jumat (10/2).

Tak cukup itu, hakim juga mengenakan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan jika tak dibayar oleh terdakwa, ketika putusan itu sudah inkracht.

Mardani H Maming juga dikenakan sanksi uang pengganti sebesar Rp110 miliar lebih. Jika tak membayar, maka diganti hukuman 2 tahun penjara. Termasuk harta bendanya disita oleh negara dan dilelang.

KPK mulai menyelidiki kasus pengalihan IUP batu bara yang menjerat MHM sejak 9 Juni 2022. Sepekan kemudian, KPK menaikkan status kasus ke tahap penyidikan dengan menetapkan MHM menjadi tersangka. MHM sempat melakukan perlawanan terhadap proses hukum tersebut. Dia mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun ditolak.

Dalam hal pembayaran uang pengganti Rp110,6 miliar, mengutip laporan Tempo, dua dari lima orang majelis hakim menentukan dissenting opinion. Kedua hakim itu bernama Ahmad Gawi dan Arif Winarno. Adapun hakim Heru Kuntjoro, Jamser Simanjuntak, dan Aris Bawono Langgeng, memutuskan perlunya uang pengganti.

Editor
Komentar
Banner
Banner