bakabar.com, JAKARTA - Masalah penegakan hukum bagi pelanggar lalu lintas masih menjadi kendala dalam penerapan sistem transaksi nirsentuh di jalan tol atau Multi Lane Free Flow (MLFF).
Itu dikarenakan sampai saat ini masih ditemukan adanya kendaraan yang menggunakan nomor polisi palsu. Akibatnya, sulit dilakukan pelacakan apabila melakukan pelanggaran tidak membayar tol.
Selain itu, banyak ditemukan adanya data kepemilikan kendaraan yang tidak sesuai dengan pengguna.
"Contoh kendaraan atas nama A tapi pemakainya B karena oleh A telah dijual namun belum balik nama," kata Direktur Penegakkan Hukum Korlantas POLRI Brigjen. Pol. Aan Suhanan, di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, dikutip Rabu (22/3).
Baca Juga: Tidak Pakai Helm dan Lawan Arus Dominasi Pelanggaran Lalu Lintas di Jakarta
Menyikapi itu, Aan dan pihaknya terus melakukan penyempurnaan dan penyelidikan terhadap pelanggar lalu lintas dalam penerapan tilang melalui sistem ETLE.
Sebagai informasi, sistem yang diterapkan pada ETLE tidak berbeda jauh dengan sistem yang akan diterapkan pada MLFF.
“Masih banyak ditemukan pelanggaran terhadap tilang ETLE yang diberlakukan saat ini seperti mengganti plat nomor kendaraan hingga data kepemilikan kendaraan yang belum dibaliknamakan ke pemilik selanjutnya," terang Aan dalam diskusi 'Kesiapan Regulasi dan Penegakkan Hukum Dalam Implementasi Sistem Bayar Tol Tanpa Henti'.
Kendati begitu, kata Aan, "Pihak kami terus mengupayakan pemutakhiran data kepemilikan kendaraan." Proses registrasi kendaraan yang belum tertib itu akan menyulitkan dalam proses penegakan hukum.
Baca Juga: Hindari Pungli Petugas, Polri Perkuat Sistem ETLE
"Karena misal kendaraan atas nama A tadi melakukan pelanggaran tidak bayar tol, maka ketika denda ditujukan ke si A, dia akan mengelak. Jadi butuh waktu lebih lama untuk sampai ke si B," paparnya.
Agar MLFF dapat terimplementasi dengan baik, dibutuhkan regulasi yang mengikat terhadap semua pemilik kendaraan dan juga memerlukan dukungan regristrasi dan identifikasi kendaraan secara tertib.
Pemerintah perlu membuat regulasi yang mewajibkan pembelian kendaraan yang telah dipakai untuk selanjutnya melakukan balik nama, dan biaya balik namanya digratiskan.
Data dari Pembina Samsat menunjukkan alasan keengganan masyarakat melakukan balik nama kendaraan karena biayanya yang dinilai mahal. Oleh karena itu Pembina Samsat telah merekomendasikan agar BBNKB (Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor) dan Pajak Progresif dihapuskan sehingga tidak menjadi kendala orang untuk melakukan balik nama atas nama pribadi.
Baca Juga: Cegah Lonjakan Kendaraan di Jalur Tol Cipali, Menhub Siapkan Rekayasa Lalu Lintas
Data yang dihimpun PT Jasa Raharja juga menunjukkan bahwa pendapatan dari BBNKB dan pajak progresif masih jauh bila dibandingkan dengan bayar pajak reguler.
Bila semua daerah mampu melaksanakan penghapusan BBNKB dan pajak progresif, akan tercipta proses registrasi dan identifikasi yang lebih tertib. Dengan demikian, pelanggaran di MLFF bisa diminimalisir.