bakabar.com, DEPOK - Pencabul anak kandung; AR (50) meregang nyawa dikeroyok sesama tahanan di Polres Metro Depok. Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti kasus itu.
Polisi disebut-sebut membiarkan pengeroyokan terjadi. Kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso itu pelanggaran kode etik berat.
"Karena dibalik kelalaian ini diduga ada faktor pembiaran atau sengaja. Mengapa saya katakan begitu, polisi itu sudah tahu tanggung jawab keselamatan dan keamanan ada kepada kepala rutan Polisi," katanya kepada bakabar.com, Selasa (11/7).
Baca Juga: Tahanan Cabul Tewas di Depok: Polisi Bantah Soal Uang Kamar
Belum lagi pada waktu tertentu ada perwira jaga. Ia mestinya bertugas mengawasi tahanan di Polres Metro Depok. Tugas ini tercantum dalam Peraturan Kapolri (Perkap) No 4 Tahun 2005.
"Dalam perkap dikatakan bahwa jika terjadi penganiayaan (di dalam ruang tahanan), polisi petugas jaga harus bertanggung jawab," kata Sugeng.
Apalagi ini bukan kasus biasa. Korban merupakan tersangka kasus asusila terhadap anak kandungnya sendiri. Potensi dapat kekerasan dari narapidana lain begitu besar.
"Punya potensi 99 persen akan dianiaya. Sehingga ini harus dijaga bukan dibiarkan," ucapnya.
Baca Juga: Tersangka Pemerkosa Anak Kandung di Depok Tewas Dikeroyok di Rutan
Intinya, kasus ini mesti didalami. Bagi Sugeng, polisi tak mungkin tidak tahu soal pengeroyokan itu. Ia yakin, peristiwa tersebut memang sengaja dibiarkan.
"Kalau matinya karena digebukin bukan hanya pukulan sekali, dan ketika dipukul pasti teriak. Nah, tahanan di Polres antara pintu dan penjaga jaraknya sangat dekat dan pasti terdengar," yakinnya.
Sekali lagi, ia menekankan. Kasus ini bukan sekadar urusan kode etik. Tapi juga pidana.