bakabar.com, JAKARTA - Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (RPP Mangrove) yang disiapkan oleh pemerintah telah dikonsultasikan secara publik dan sedang dilakukan pembahasan antarkementerian. Berdasarkan rancangan tersebut, tata cara kegiatan pemulihan ekosistem mangrove nantinya harus diatur melalui Peraturan Menteri.
Ketua Indonesian Mangrove Society (IMS) Sahat M. Panggabean menjelaskan bahwa berbagai pengalaman yang dilakukan selama ini terkait pemulihan mangrove, baik yang berhasil maupun tidak, perlu dikumpulkan.
"Pengalaman itu sebaiknya dituangkan dan disampaikan dalam bentuk masukan kepada pemerintah untuk menyempurnakan RPP Mangrove yang sedang disusun tersebut," ujar Sahat dalam keterangannya, Kamis (7/9).
IMS, kata Sahat, memandang kegiatan pemulihan mangrove harus diterjemahkan lebih menyeluruh, yaitu tidak hanya dilakukan melalui kegiatan penanaman.
Baca Juga: Cegah Abrasi, Relawan Tanam Mangrove di Pantai The Legend Madura
"Target berapa bibit mangrove yang telah ditanam dan kelulushidupan dari kegiatan penanaman mangrove bukanlah satu-satunya indikator keberhasilan upaya pemulihan ekosistem mangrove," terangnya.
Senada Direktur Wetlands International Indonesia Yus Rusila Noor menjelaskan, sejalan dengan semakin majunya ilmu pengetahuan, dan semakin terbukanya informasi, indikator keberhasilan pemulihan mangrove mengalami tuntutan yang berbeda.
Yus menjelaskan bahwa keberhasilan pemulihan mangrove selayaknya diukur dari terbentuknya wilayah mangrove yang berukuran cukup luas (satuan lanskap), dengan keragaman jenis serta nilai jasa yang dihantarkannya bagi manusia dan alam.
Hal itu merupakan keunggulan ekosistem mangrove. "Dalam konteks ini, jasa lingkungan dari ekosistem mangrove terkait dengan penyimpanan karbon dan jasa lingkungan lain untuk keanekaragaman hayati menjadi indikator yang penting," katanya.
Baca Juga: Rehabilitasi Mangrove, BRGM: Program Restorasi Harus Dilanjutkan
Lebih dari itu, ujar Yus, konsep pemulihan ekosistem mangrove berbasis masyarakat yang memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat sekitar perlu diarusutamakan sebagai salah satu faktor dalam keberhasilan kegiatan pemulihan mangrove.
Benjamin Brown Ph.D., peneliti dari Charles Darwin University yang memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun dalam kegiatan pemulihan mangrove di Indonesia, menjelaskan bahwa pengambil kebijakan dan pelaksana kegiatan perlu memahami prinsip dan tahapan dalam mendukung keberhasilan pemulihan mangrove.
Prinsip dan tahapan tersebut meliputi pemahaman karakteristik ekologi spesies mangrove (autoekologi), pola hidrologi, faktor gangguan yang mencegah terjadinya regenerasi alami, dan desain program pemulihan.
"Lebih dari itu, memahami faktor-faktor sosial, seperti isu kepemilikan lahan, pembiayaan dan kebijakan juga sangat penting dalam menentukan peluang sebuah proyek pemulihan mangrove, termasuk dalam menentukan apakah akan melakukan penanaman atau tidak," jelasnya.
Baca Juga: Rehabilitasi Mangrove, Wamenkeu: Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Benjamin menambahkan, "Sebelum menentukan untuk menanam, mengatasi faktor-faktor gangguan, baik dari aspek biofisik maupun sosial, yang menghambat terjadinya regenerasi alami perlu dilakukan."
Pendekatan itu muncul sebagai respons akan banyaknya upaya-upaya pemulihan mangrove yang hanya mengedepankan pendekatan penanaman bibit secara langsung serta sering mengalami kendala kelulushidupan yang rendah.
Pada dasarnya, pendekatan ini, kata Brown, mencoba menggali pendekatan yang lebih efektif dalam upaya pemulihan mangrove dengan menciptakan kondisi habitat yang sesuai agar mangrove dapat tumbuh secara alami.
Baca Juga: Sampah Menumpuk di Hutan Mangrove, Bersih-Bersih Pakai Eskavator
Ketika faktor pemungkin biofisik dan sosial-ekonomi telah terbentuk melalui pendekatan pemulihan secara ekologis (Ecological Mangrove Rehabilitation) maka alam akan melanjutkan pekerjaan selanjutnya.
Saat kesesuaian spesies dan habitat tercapai secara optimal, maka pemulihan mangrove dengan jalan tersebut akan menghasilkan ekosistem yang lebih beragam, tumbuh lebih cepat.
"Dengan tingkat kelululushidupan yang lebih tinggi, dan menciptakan kembali sistem, fungsi, dan jasa ekosistem yang lebih resilien," tandasnya.