Ekosistem Mangrove

Wamenkeu dan BRGM Kunjungi Mangrove Kaltim, Takjub dengan Silvofishery

Data Peta Mangrove Nasional menunjukan bahwa provinsi Kalimantan Timur memiliki mangrove terbesar ketiga di Indonesia setelah Papua dan Riau.

Featured-Image
Wamenkeu saat melihat langsung kondisi mangrove di Kaltim. (Dok.Kemenkeu)

bakabar.com, JAKARTA - Peta Mangrove Nasional menunjukan bahwa provinsi Kalimantan Timur memiliki mangrove terbesar ketiga di Indonesia setelah Papua dan Riau. Kondisi ekosistem mangrove di Kalimantan Timur mengalami tekanan besar akibat konversi lahan menjadi tambak.

Aktivitas yang sudah dijalankan bertahun - tahun itu menjadi fokus Badan Restorasi Gambut dan Rehabilitasi Mangrove (BRGM) dalam perbaikan kualitas lingkungan tanpa mengganggu produktivitas perikanan melalui silvofishery.

Upaya pemulihkan ekosistem mangrove saat ini mulai digencarkan melalui kegiatan percepatan rehabilitasi mangrove, terutama dalam kegiatan mitigasi perubahan iklim.

Mangrove merupakan ekosistem penting, karena mampu menyerap karbon 3 - 5 kali lipat lebih besar dari hutan tropis daratan. Potensi mangrove juga berkontribusi dalam pencapaian NDC 2030.

Baca Juga: Rehabilitasi Mangrove, BRGM: Program Restorasi Harus Dilanjutkan

Atas dasar itu, BRGM bersama Kementerian Keuangan melakukan kunjungan kerja untuk melihat langsung kegiatan rehabilitasi mangrove yang dilaksanakan masyarakat setempat di Desa Muara Badak Ulu dan Desa Salo Palai. Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Di kedua desa ini, Wakil Kementerian Keuangan Suahasil Nazara melihat langsung pola tanam yang digunakan masyarakat, yakni pola tanam Silvofishery. Pola Silvofishery merupakan pendekatan antara konservasi dan pemanfaatan kawasan mangrove. Masyarakat dapat memanfaatkan lahan mangrove untuk budidaya perikanan sekaligus memulihkan kondisi ekosistem mangrove itu sendiri.

Wamenkeu yang menyaksikan kegiatan rehabilitasi mangrove sangat terkesan dengan kaitan program rehabilitasi mangrove dan kesejahteraan masyarakat.

“Saya sangat terkesan dengan bagaimana program rehabilitasi mangrove dikaitkan dengan sangat erat dengan kesejahteraan masyarakat. Melakukan rehabilitasi mangrove berarti meningkatkan kesejahteraan masyarakat rehabilitasi," ujar Wamenkeu dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/7). 

Baca Juga: Rehabilitasi Mangrove, Wamenkeu: Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Senada, Kepala BRGM Hartono menuturkan,  kegiatan rehabilitasi mangrove bukan hanya pemulihan lingkungan, namun bagaimana masyarakat dapat terlibat dan mendapatkan manfaat secara langsung. Salah satunya melalui Silvofishery ini.

"Harapannya, dengan dukungan dari berbagai pihak, kegiatan percepatan rehabilitasi mangrove dapat berjalan optimal,” ujar Hartono.

Selanjutnya, Kementerian Keuangan akan mendukung program rehabilitasi mangrove beserta peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar melalui penyediaan alokasi anggaran ke dalam skema APBN secara berkesinambungan sesuai dengan target mangrove nasional.

Dalam pelaksanaannya, Kementerian Keuangan melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) akan menyalurkan dana rehabilitasi mangrove kepada BRGM sebagai pelaksana kegiatan rehabilitasi.

Baca Juga: Untuk Pariwisata, Bank Tanah Lindungi 507 Hektare Mangrove di Penajam

Direktur Utama BPDLH Joko Tri Haryanto menjelaskan, nantinya BPDLH juga menyalurkan dana hibah dari lembaga internasional untuk penguatan kebijakan dan kapasitas serta prakondisi lainnya dalam rehabilitasi mangrove kepada Kementerian Maritim dan Investasi dan KLHK.

“Melalui BPDLH, Kementerian Keuangan akan mengalokasikan dana rehabilitasi mangrove secara berkesinambungan sebagai dana jangka panjang dalam rangka mencapai target penanaman mangrove dan manfaat blue carbon dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara”, ungkapnya. 

Editor


Komentar
Banner
Banner