bakabar.com, TANGSEL - Pemilik lahan yang menembok pintu masuk SDN Lengkong Karya, Hardi Wijaya mengaku alasan dirinya melakukan pemagaran terhadap tanah miliknya lantaran tidak ada kejelasan dari Pemkot Tangsel.
Terhitung terhitung sejak 2015 silam, Hardi mengaku lahan miliknya digunakan untuk fasilitas umum.
"Itu saya pasang (pagar beton) untuk show supaya Pemkot Tangsel mengerti, karena sudah pakai tanah saya selama 9 tahun tidak mau diurus," ujar Hardi saat dihubungi wartawan di Kota Tangsel, Selasa, (18/7).
Menurut dia, terkait lahan miliknya yang saat ini telah dipagar beton di pintu masuk SDN Lengkong Karya, sudah mendapatkan persetujuan dari pihak sekolah. Dengan begitu, pintu masuk SDN Lengkong Karya tidak lagi melewati tanah milik Hardi.
"Pihak Disdik atau Pemkot Tangsel bisa membeli tanah milik Supriadi yang letaknya di samping sekolah sepanjang 20 meter untuk pintu masuk sekolah. Itu yang harus dibebaskan atau dibeli Pemkot Tangsel, Jangan melalui tanah saya intinya," jelas Hardi.
Baca Juga: Miris! Gerbang Sekolah di Tangsel Ditembok
Supriadi merupakan tetangga Hardi yang memiliki lahan di samping SDN Lengkong Karya. Lahan milik Supriyadi digadang-gadang juga akan akan digunakan sebagai pintu masuk sekolah.
Semula lahan akses jalan SDN Lengkong Karya berukuran 2 x 60 meter. Ukuran tersebut sudah terhitung dengan lahan tanah yang dihibahkan hardi berukuran 1 x 60 meter. Ia lakukan semata untuk akses warga sekitar.
Lambat laun berdasarkan keterangan Hardi, Pemkot Tangsel telah mencaplok lahan miliknya berukuran 1 x 60 meter. Dengan begitu, saat ini lahan akses jalan berukuran 3 x 60 meter.
Baca Juga: Gerbang SDN Lengkong Karya Tangsel Ditembok: Atas Izin Sekolah
Karena itulah Hardi memperkarakan pencaplokan lahan 1 x 60 meter miliknya. Terlebih sejak 2015 tak kunjung ada kejelasan dari Pemkot Tangsel.
"Karena saya sudah sumbang satu meter untuk jalan umum, tapi dirampas lagi satu meter untuk betonisasi jalan ke arah sekolah sepanjang 60 meter," katanya.
Selama ini ia mengaku sabar mengenai pencaplokan lahan miliknya. Saat inilah dia menegaskan akan meminta haknya yang telah dirampas.
"Lebih baik dibayar saja, kalau dibayar Rp 5,5 juta tanah saya yang telah dipakai untuk jalan saya tidak mau. Rp7 juta lah satu meternya seperti permintaan dari orang kepercayaan saya, baru saya lepas," pungkasnya.