Sabri tewas dalam upaya mempertahankan hak tanah milik kerabatnya yang bernama Muhammad Saad. Di atas tanah yang diklaim Saad miliknya seluas 10 ribu meter persegi tersebut, armada yang berkaitan dengan PT JGA lalu-lalang mengangkut emas hitam selama 23 tahun lamanya.
Baca Juga: Pilu Korban Pembunuhan Mengkauk Kalsel Tinggalkan 7 Anak
Konflik bermula ketika Saad yang tak terima lahannya digunakan menggugat sejumlah perusahaan, salah satunya PT JGA, ke Pengadilan Negeri Martapura. Saad bertekad mengambil manfaat dari kepemilikan tanah keluarga tersebut.
Saad pun melakukan sejumlah upaya perlawanan guna mempertahankan tanah tersebut, salah satunya menanami jalan tersebut dengan pohon karet.
"Kami mau hijaukan kembali areal ini," ujar seorang pria dalam sebuah video yang beredar luas terkait penutupan jalan hauling itu.
Sepekan memblokir jalan tambang tersebut, sekelompok orang mulai mendatangi Saad. Jumlahnya mencapai lebih dari 20 orang. Diduga merekalah orang suruhan PT JGA.
Puncaknya terjadi pada Rabu 29 Maret saat sebanyak enam mobil menyambangi lokasi jalan yang ditutup pihak Sabri. Tak berhasil menemui Saad, sebagian dari mereka mendatangi rumah sang pemilik lahan tersebut. Begitu tiba, pengacara Saad berkata bahwa mereka datang atas perintah PT JGA. Tujuannya, menawarkan Rp50 ribu per satu rit muatan truk.
Saad lalu membuka diri meski tidak langsung mengiyakan. Pada akhirnya juga tidak jelas kepastian negosiasi, dan sekelompok orang ini memilih untuk pulang.
Baca Juga: Senpi Pembunuhan Barbar Preman Tambang di Banjar Bukan Rakitan!
Saat para orang suruhan PT JGA itu kembali ke lokasi tanah berkonflik, Saad tiba-tiba mendapat kabar sudah terjadi penyerangan yang menewaskan satu warga.
Berdasar keterangan para saksi, pelaku berjumlah lebih dari 20 orang. Mereka menaiki 5 unit mobil. Masing-masing membawa senjata tajam. Bahkan senjata api.
Seorang humas PT JGA berinisial AG disebut-sebut polisi memberi perintah kepada sekelompok preman itu untuk membuka jalan yang ditutup dengan cara apapun.
Sebanyak 10 orang warga yang ada di lokasi pun berlarian melihat kedatangan mereka. Nahas, Sabri tertinggal. Singkat cerita, Sabri ditemukan tewas dengan luka tembak pada wajah bagian pelipis, serta sejumlah luka bacok di bagian kepala, leher dan lainnya.
"Jika menunggu, semuanya akan ditebas," kata pengacara Saad menirukan perkataan para saksi.
Polisi menemukan fakta bahwa senjata api yang digunakan pelaku buatan pabrikan alias bukan rakitan berpeluru berdiameter 9 milimeter.
Baca Juga: Lansia Tewas Dieksekusi Preman Suruhan di Banjar, Anang Teringat Kasus Jurkani
Ia melihat peristiwa pembunuhan Sabri sudah terencana matang. Terlihat dari kesiapan membawa senjata tajam dan luka-luka korban pada bagian vital.
Sedianya, Sabri bukanlah korban pertama dalam kasus sengketa lahan terkait tambang. September 2022 lalu, seorang advokat sekaligus pensiunan polisi berpangkat AKP bernama Jurkani tewas dibacok sekelompok penambang di Desa Bunati, Angsana, Tanah Bumbu.
"Pengacara dulu itu (Jurkani) juga menjadi terlindung di LPSK dan mendapat bantuan medis sampai meninggalnya," ujar Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LSPK) Hasto Atmojo kepada bakabar.com, Senin (10/4) malam.
Demi terang benderangnya penyidikan kasus, Atmojo mempersilakan keluarga Sabri mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK. Anang Rosadi, Ketua Gerakan Jalan Lurus prihatin melihat kondisi terkini keluarga sepeninggal Sabri yang memiliki tujuh orang anak.
Baca Juga: Naik Status, Bos Preman Tambang Banjar Dibidik!
Mantan anggota DPRD Kalsel itu pun meminta para pengusaha tambang di Banjar membuka mata atas kondisi tersebut.
"Mereka [pengusaha] yang merasakan manfaat atas pertambangan di Banjar harus turun tangan membantu keluarga korban," jelas Anang.
Tak hanya urusan finansial, Anang yang sempat mengikuti tahlilan mengenang kepergian Sabri melihat fakta keluarga mendiang masih mengalami trauma. Agar tewasnya Sabri tak menimbulkan konflik berkepanjangan, ia juga meminta PT JGA untuk bertanggung jawab.
"Jangan sampai kematian Sabri ini menimbulkan dendam," jelasnya.