bakabar.com, RANTAU – Minuman keras dianggap jadi pengacau keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di Kabupaten Tapin.
Itu yang paling dirasakan Kapolsek Tapin Utara, Ipda Subroto Rindang Ari Setyawan saat kali pertama bertugas.
“(Miras oplosan) ini kemudian membias menjadi kejahatan kejahatan lainnya,” ujar Subroto saat bincang ringan dengan bakabar.com usai ekspose kasus pembobolan sebuah mesin ATM BNI di Rantau oleh dua pemuda mabuk.
Tercatat beberapa kasus tindak kriminal dilatarbelakangi oleh miras. Yang baru saja terjadi, pembobolan ATM oleh MRI (24), berstatus mahasiswa, dan RF (19), warga Jalan Pahlawan Desa Rantau Kanan Tapin Utara. Mereka terinspirasi dari Youtube.
Terilhami dari Youtube, kedua pemuda ini disinyalir mabuk miras saat melancarkan aksinya pada Sabtu malam (18/1).
Namun kurang dari 24 jam polisi menerima laporan dari pihak bank dua hari kemudian polisi membekuk kedua pelaku bermodalkan rekaman CCTV.
BNI KCP Rantau merugi Rp200 juta akibat ulah MRI dan RF. Mereka sudah dijebloskan ke sel tahanan. Dijerat dua pasal sekaligus, terkait pencurian dengan pemberatan, dan perusakan.
Saat beraksi, mereka memasukan seribu rupiah dan menyiramkan air ke dalam sebuah mesin ATM BNI di Rantau. Uang itu digunakan sebagai pancingan.
Alih-alih berhasil menguras uang, mesin ATM tersebut malah kebanjiran air.
Ipda Subroto memberikan pandangan pribadinya alkohol. Ia meminta pemerintah daerah lebih intensif menekan peredaran alkohol 75 persen.
Biasa digunakan untuk pembersih luka, alkohol bergambar gajah ini malah dijadikan campuran minuman berenergi saat pesta miras oleh sejumlah pelaku yang tertangkap.
“Di Tapin terkenal dengan nama ‘Gaduk’,” jelas dia.
Subroto menyarankan pemerintah daerah segera merampungkan payung hukum penjualan alkohol itu. Itu agar kepolisian dapat dengan mudah bertindak.
“Payung hukum, maksudnya bisa peraturan pemerintah daerah atau peraturan provinsi. Kalau bisa juga pemerintah daerah, misalnya minta kepada menteri kesehatan atau kementerian perdagangan untuk misalnya mengubah gaduk (alkohol) itu yang semula alat kesehatan menjadi obat obatan,” terang dia.
“Karena obat obatan kemudian ‘Gaduk’ (alkohol) harus dijual di apotek. Karena dijual di apotek maka harus menggunakan resep. Misalnya kaya gitu,” sambung Subroto.
Pandangan lain. Subroto memberi saran agar alkohol ini dilarang beredar di Tapin. Bukan tanpa alasan menurutnya banyak masyarakat tidak menggunakan alkohol lagi untuk alat kesehatan.
“Atau sekalian deh dilarang. Karena apa? Sekarang masyarakat lebih banyak tidak menggunakan alkohol ini untuk kesehatan. Biasanya masyarakat inikan menggunakan alkohol ini untuk mengompres kalau luka, menurunkan panas,” ujarnya.
Dari pantauannya, di toko toko apotek sekarang sudah ada alternatif-alternatif pengganti alkohol, seperi obat merah.
“Untuk penurun panas sudah ada juga kok misalnya paracetamol, macem- macem lah sudah ada obat untuk penurun panas,” ungkap Subroto.
Timnya, kata dia, tengah membidik sejumlah warung yang terindikasi menjual alkohol murni secara diam-diam.
“Saya sudah mengedentifikasi bahwa mereka para penjual penjual yang perorangan itu,” jelas dia.
Mereka diduga mendapatkan gaduk itu dari beberapa toko. “Perlu kita dalami. Cuman permasalahannya kita tidak memiliki payung hukum itu. Bagaimana kita akan memberantas gaduk sedangkan payung hukumnya ga punya?” papar Subroto.
Rupanya terjadi problematika, Polsek Tapin Utara sering menertibkan peredaran dan penyalahgunaan alkohol. Tapi tak bisa membasmi akar permasalahan karena ketiadaan payung hukum itu.
“Percuma kita menangkap pemaboknya (pelaku penyalahgunaan), tapi tidak bisa menangkap penyalur atau yang memfasilitasi orang untuk mabok,” ujar Subroto.
Baca Juga:Pertama di Indonesia, Dua Pemuda Tapin Bobol ATM Pakai Air
Reporter Muhammad Fauzi FadilahEditor: Fariz Fadhillah