Bisnis

Pakaian Bekas Impor Dilarang Beredar, Omzet Pedagang Terjun Bebas

Para pedagang pakaian bekas Impor kini banyak yang khawatir lantaran munculnya larangan impor. Pedangan merasa, larangan menjual pakaian bekas oleh Pemerintah

Featured-Image
Iis (50) pedagang pakaian bekas impor atau thrifting di Pasar kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Minggu (19/11). Foto: apahabar.com/Ayyubi

bakabar.com, JAKARTA - Para pedagang pakaian bekas impor merasa khawatir lantaran larangan impor dari pemerintah sekitar setengah tahun yang lalu. Pedangan merasa, kebijakan tersebut bakal mematikan usaha mereka.

"Masalah Covid-19 selesai. Sudah mulai banyak yang dateng ke pasar lagi sekarang. Tapi datang masalah baru, pemerintah larang impor. Aduh," keluh Iis (50) pedagang pakaian bekas impor atau thrifting di Pasar kebayoran Lama kepada bakabar.com, Minggu (19/11).

Iis mengungkapkan, dampak dari larangan itu adalah dirinya sekarang kesulitan untuk mendapatkan makelar atau distributor pakaian bekas impor.

Baca Juga: Ekbis Sepekan: Kalsel Terintegrasi IKN hingga Sederet Kritik Dokumen JETP

Pasalnya, baju-baju bekas yang dia jual kebanyakan diimpor dari China, Korea dan Jepang. Ada juga yang dari Amerika. Saat ini pakaian bekas impor yang didapatnya berasal dari Malaysia dan Singapura.

"Bisa dari online juga atau lewat (pasar) senen atau pasar baru juga ada," terang dia.

Iis pun juga mengaku harga satu bal pakaian kini melonjak tinggi. Kata dia, modal yang dulu dibutuhkan untuk memulai bisnis pakaian impor berkisar di harga Rp3 juta - Rp5 juta, untuk satu bal baju.

Baca Juga: Limbah Cangkang Telur Disulap Jadi Krayon yang Dapat Dimakan

Sedangkan, kata dia sekarang harganya udah ada yang mencapai lebih dari Rp6 juta per balnya. Bahkan juga sudah ada yang jual di atas Rp8 juta.

Salah satu sudut penjualan pakaian bekas impor di Pasar Kebayoran Lama, Minggu (19/11). Foto: bakabar.com/Ayyubi
Salah satu sudut penjualan pakaian bekas impor di Pasar Kebayoran Lama, Minggu (19/11). Foto: bakabar.com/Ayyubi

Belum lagi, kata dia, para pedagang tidak bisa langsung menjual pakaian yang mereka beli. Para pedagang harus melewati trial and error saat memilih pakaian yang bagus.

"(Harganya) untung-untungan si. Bahkan ada yang Rp8 jutaan lebih. Tapi ya rata-rata udah Rp6 jutaan lah. Tapi barangnya juga belum tentu bagus semua. Saya harus pilih-pilih lagi," terang dia.

Baca Juga: Ratusan Petani Tembakau di Madura Tolak RPP Kesehatan

Meski Iis tidak blak-blakan berapa jumlah omzet yang diproleh, omzetnya yang diperolehnya saat ini mengalami penurunan cukup signifikan. Meski begitu, keuntungan dari penjualan pakaian bekas impor sangat cukup untuk menafkahi dan menyekolahkan anak-anaknya.

Karena itu, dia meminta pemerintah jangan cuma melarang. Tapi juga harus menyiapkan solusi jika berjualan pakaian bekas jadi dilarang. Karena kata Iis, usaha yang dia geluti adalah caranya untuk menghidupi keluarganya.

"Harapan saya tidak dilarang. Atau kalau mau dilarang, diberikan solusi terbaik yang nyata buat pedagang-pedagang kecil seperti kita. Karena kita bergantung pada jualan ini," tandas dia.

Editor


Komentar
Banner
Banner