Memaafkan Jokowi

[OPINI] Memaafkan Presiden Joko Widodo (1)

MANUSIA, kemanusiaan, dan memanusiakan manusia. Presiden Jokowi juga manusia, begitu juga rakyatnya.

Featured-Image
Presiden RI Joko Widodo (kedua kanan) saat akan menaiki pesawat kepresidenan Indonesia One A-001 dari Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, menuju Hiroshima, Jepang, Jumat (19/5/2023). (ANTARA/Gilang Galiartha)

MANUSIA, kemanusiaan, dan memanusiakan manusia. Presiden Jokowi juga manusia, begitu juga rakyatnya. Namun, Jokowi tak mampu mendefinisikan makna manusia sehingga luput dari segala makna yang terkandung dalam arti kata manusia.

Memimpin manusia tentu dengan rasa, bukan dengan arogansi. Jokowi arogan? Di beberapa bagian kita terpaksa menikmati arogansi dari kepemimpinan Jokowi. Meskipun air mata kita seringkali tak mampu menebus dampak dari arogansi Jokowi.

Mengapa begitu eksplisit menyebut nama Jokowi? Bukankah Jokowi hanya menumpang hidup di Istana Negara dengan mengantongi tiket terusan hingga 2024?

Baca Juga: Celetuk Anak SD ke Jokowi: Kenapa Ibu Kota Tidak Dipindah ke Papua?

Tentu, Jokowi harus disebut dengan jelas, sebab ia seorang pemberani memimpin ratusan juta manusia di Indonesia.

Tanpa rasa, Jokowi hanya sekadar poster yang terpampang di dinding sekolah dasar, tak berguna. Maka, suara minor dari kita menyadarkan begitu banyak makna manusia yang direnggut bahkan ditiadakan oleh Jokowi.

Negara telah memenuhi hak Jokowi sebagai seorang presiden. Hak untuk dilindungi, dimanja, dilayani bahkan mendapatkan penghormatan kaku birokrasi.

Pin yang tersemat di pakaian Jokowi, itu bagian dari penanda bahwa hanya satu orang yang pantas mengenakannya. Dia Jokowi. Namun, Jokowi perlu menyadari bahwa dia hanya menumpang di Istana Negara selama 10 tahun saja, tak boleh lebih.

Baca Juga: Seret Nama Jokowi, Johnny Plate: Pengadaan BTS Arahan Presiden

Sebab, ia akan diusir oleh aturan untuk meninggalkan semua keistimewaannya dan pergi ke Solo untuk menjadi manusia biasa yang akan rutin menerima uang pensiun.

Namun, atas nama konstitusi selangkah lagi Jokowi akan meninggalkan Istana Negara. Rakyat yang menanti harap tetap menatap tajam efek kerja Jokowi. Ada dan atau tanpa ada Jokowi, apakah Indonesia akan seperti ini?

Utopia Indonesia yang menantikan kesejahteraan dinikmati seluruh orang. Mengecap makna hidup yang tak hanya dinikmati segelintir orang yang menyebut dirinya bagian dari rakyat.

Jokowi tak hanya sekadar manusia pemberani sebagia seorang presiden, namun ia perlu melihat ke kedua telapak tangannya, apa yang telah diperbuat secara sadar maupun tidak, demi kesejahteraan bangsa Indonesia.

Lagi dan lagi tentang manusia. Jokowi adalah manusia yang belum tentu merasakan apa yang dikeluhkan manusia lain. Jokowi dibebankan tanggung jawab untuk lebih bisa memahami arti kata manusia.

Bukan sekadar sebagai makhluk hidup yang berakal. Tetapi manusia menjadi salah satu instrument kehidupan yang saling menuai manfaat demi kesejahteraan yang selalu didengungkan para pemimpin.

Jika Jokowi memahami arti kata manusia, maka Indonesia dapat menjemput impiannya sebagai negara yang tak membiarkan lapar dan kemiskinan mendatangi rakyatnya.

Manusia. Jokowi dan kita sama, manusia. Namun jika manusia lain menikmati kelaparannya yang dihembuskan angin dingin berdebu, Jokowi malah menikmati kemewahan sebagai seorang Presiden.

Tak mungkin rasanya Jokowi lapar. Mustahil. Sebab nutrisinya terjamin, kesehatannya terjaga, dan apalagi mustahil dibayangi kemiskinan.

Baca Juga: Jokowi Undang Investor Australia Investasi di Sektor Prioritas

Manusia yang manusia, ialah manusia yang dapat sensitif membayangkan bahwa peliknya hidup manusia lain. Kita bisa membayangkan megahnya dan nikmatnya menjadi Jokowi.

Namun Jokowi belum tentu merasakan apalagi menikmati rasa menjadi manusia yang lapar, miskin, dan hidup penuh kepiluan di tengah himpitan kekuasaan yang tak berpihak.

Jokowi memimpin manusia. Manusia yang sama seperti dirinya. Namun belum tentu pemimpin dapat menjadi manusia yang memaknai arti manusia sepanjang dalam radius satu kilometer dari singgasananya di Istana masih ada orang yang merasakan kelaparan dan kesengsaraan.

Aku, kamu, dan kita semua memiliki kesempatan yang sama menyemai dampak kepemimpinan Jokowi.

"Untuk itu tiada maaf bagi pemimpin yang gagal menyajikan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya," (Safarian Shah Zulkarnaen)

[Selanjutnya: Memaafkan Presiden Joko Widodo (2)]

Editor


Komentar
Banner
Banner