News

Obat Sirop Dijual Sejak Dulu, Kok Kasus Gagal Ginjal Akut Baru Ada Sekarang?

Padahal, obat sirop telah dikonsumsi sejak dahulu, kok kasus gagal ginjal akut baru ada sekarang? 

Featured-Image
Sejumlah merk obat sirup ditarik dari pasaran karena diduga sebagai faktor penyebab terjadinya kasus gagal ginjal akut pada anak. Foto: CNN Indonesia.

bakabar.com, BANJARMASIN - Pandemi Covid-19 baru saja mereda, kini datang lagi penyakit misterius, yakni gagal ginjal akut pada anak. 

Kondisi ini membuat para orang tua kian waswas. Pasalnya, obat sirop ditengarai menjadi biang kerok munculnya gagal ginjal akut pada anak.

Padahal, obat sirop telah dikonsumsi sejak dahulu, kok kasus gagal ginjal akut baru ada sekarang? 

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak disebabkan adanya pencemaran dari pelarut dalam obat cair, sehingga menimbulkan zat kimia berbahaya.

Zat pelarut tersebut, kata dia, memang sudah jamak dipakai di berbagai industri.

Namun karena tercemar, zat pelarut itu menghasilkan senyawa kimia yang berbahaya.

"Banyak yang bertanya, kok dulu tidak apa-apa, sekarang jadi seperti ini. Penyebabnya impurities atau pencemaran ini. Saya sudah tanya pada ahlinya, paling besar penyebabnya adalah dari bahan baku," ucap Budi Gunadi Sadikin dinukil Republika, Senin (24/10) malam. 

Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melihat perubahan dari jenis, tipe dan asal setiap bahan baku obat cair.

"Kita sudah ada datanya, pergeseran dari negara mana, impor mana bahan baku itu terjadi. Saya akan sampaikan pada kesempatan khusus," katanya. 

Hingga kini, sudah ada 245 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (Acute Kidney Injury/AKI) di 26 provinsi di Indonesia, dengan tingkat kematian mencapai 57,6 persen.

Terdapat delapan provinsi yang akumulasi kasusnya mencapai hingga 80 persen dari total temuan nasional.

Di antaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten dan Sumatera Utara.

Tingkat fatalitas hingga menyebabkan meninggal dunia dari jumlah itu mencapai 141 kasus atau 57,6 persen.

Editor


Komentar
Banner
Banner