Masalah lain timbul, ketika mendapat penumpang. Tarif yang ditetapkan untuk sekali perjalanan per orangnya sebesar Rp15.000. Tapi, jarang ditemui penumpang yang membayar sesuai dengan tarif yang ditetapkan.
Terkadang setiap kali mengantarkan penumpang, upah yang diterima Taksim sebesar Rp10.000. Paling sial, dia pernah mendapatkan upah sebesar Rp5.000 sekali jalan setelah melalui proses perdebatan harga yang cukup alot.
Padahal, harga standar yang ia tetapkan jauh lebih murah dari harga transportasi online. Bahkan ia pernah mendapatkan upah sesuai yang ia tetapkan yakni Rp15.000. Itupun bukan mengangkut satu orang penumpang, melainkan sebanyak tiga penumpang dalam sekali perjalanan.
Dengan beban seberat itu, ia mengayuh becak membelah kemacetan Kota Depok.
“Paling banyak beberapa hari yang lalu itu dua penumpang, seringnya saya tidak jalan sama sekali,” tuturnya.
Harga kebutuhan pokok untuk kehidupan sehari-hari semakin tinggi. Pekerjaannya sebagai pengedara becak, membuat Taksim harus bekerja keras untuk mendapat penumpang.
“Sekarang saya biasa menunggu dekat stasiun Depok dari pagi-pagi sekali, sampai malam jam 9 malam,” imbuhnya.
Baca Juga: Jakarta Ada Pemutihan Pajak, Simak Cara Mengurus Balik Nama Kendaraan
Di perantauan, Taksim tinggal seorang diri. Istrinya meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Dua anaknya, masing-masing sudah berumah tangga. Keduanya hanya mampu menempuh pendidikan SD, faktor keuangan menjadi penyebabnya.
Berbeda dengan Taksim, kedua anaknya pun memenuhi kebutuhan keluarganya sebagai ojek pangkalan di Pamanukan, Subang, Jawa Barat.
Sedangkan anak bungsunya masih menempuh pendidikan SMK di kampung halamannya bersama kedua kakaknya.
“Saya tidak punya keahlian lain yang memadai menjadi alasan saya bertahan dengan pekerjaan ini. Semampunya, saya akan terus mengayuh becak ini,” tutupnya.