bakabar.com, JAKARTA - Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur Ambrosius Kodo mengungkapkan sebanyak enam kabupaten telah menetapkan status siaga darurat kekeringan.
"Sampai hari ini sudah enam kabupaten yang tetapkan status (siaga darurat kekeringan)," ujar Ambrosius dari Kupang, Sabtu (26/8).
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur telah menetapkan status siaga darurat kekeringan yang berlaku hingga bulan Oktober 2023.
Selanjutnya enam kabupaten juga menyusul menetapkan status serupa, yakni Kabupaten Belu, Rote Ndao, Sabu Raijua, Kupang, Alor, dan Sumba Barat Daya.
Baca Juga: Antisipasi Kekeringan, BPBD Kota Tangerang Siapkan Air Bersih
Penetapan status siaga darurat kekeringan itu berdasarkan prakiraan musim kemarau dari BMKG bahwa semua zona musim di wilayah NTT telah memasuki musim kemarau bawah normal atau lebih kering dari biasanya.
Atas hal itu, Ambrosius pun berharap adanya dukungan pemerintah kabupaten lainnya untuk melakukan kaji cepat di lapangan terkait potensi kekeringan.
"Segera laporkan dan koordinasi dengan BPBD Provinsi NTT untuk langkah-langkah penanganan," ucapnya.
Ia menjelaskan BPBD Provinsi NTT telah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi dampak
Baca Juga: 17 Desa Alami Kekeringan, BPBD Lumajang Distribusi Air Bersih
dari kekeringan, antara lain imbauan kepada masyarakat dan bantuan air bersih.
BPBD di setiap kabupaten juga melakukan hal serupa dan memantau laporan yang masuk untuk mengambil langkah strategis secepatnya.
"Kita terus memantau dampak langsung terhadap kesulitan akses air bersih," ucapnya.
Baca Juga: 3 Wilayah di Jember Alami Kekeringan, Diperkirakan Terus Meluas
Berdasarkan analisis dari Stasiun Klimatologi Kelas II NTT, beberapa wilayah NTT mengalami hari tanpa hujan berturut-turut lebih dari 21 hari hingga lebih dari 60 hari.
Prakiraan peluang curah hujan menunjukkan bahwa di sebagian besar wilayah di NTT diperkirakan akan mengalami curah hujan sangat rendah atau kurang dari 20 mm/dasarian dengan peluang lebih dari 70 persen.
Situasi kekeringan itu berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan, pengurangan ketersediaan air tanah sehingga menyebabkan kelangkaan air bersih, serta meningkatnya potensi kemudahan terjadinya kebakaran.