Sejarah Saranjana

Misteri Saranjana: Jelajah Peta Muller dan Kerajaan Gaib

Saranjana memang tak bisa ditemukan pada peta Indonesia. Bila menilik perspektif historis, nyatanya eksistensi kota itu tergambar dalam sebuah peta

Featured-Image
Peta Saranjana oleh Mulle (1845). Foto. Dok. Mansyur untuk apahabar.com.

Sejarah yang Tercampur Peristiwa Alam Gaib

Selain lokasi yang tergambar dalam peta, Mansyur juga memaparkan adanya dugaan bahwa Saranjana semula adalah suatu negara suku. Hal ini merujuk pada Teori Kulke yang membagi formasi negara di Asia Tenggara dalam tiga fase.

Saranjana sendiri, kata Mansyur, tergolong sebagai negara suku yang ‘mati’ tanpa sempat mengalami masa transisi. Sebab itulah, upaya untuk mengungkap fakta Saranjana sangat bertumpu kepada historiografi tradisional, yakni legenda kerajaan Pulau Halimun.

Salah satu kawasan hutan di wilayah Saranjana. Foto: Dok. Mansyur untuk bakabar.com.
Salah satu kawasan hutan di wilayah Saranjana. Foto: Dok. Mansyur untuk bakabar.com.

Informasi yang diperoleh dari cerita Legenda Pulau Halimun ditandai dengan sifat-sifat mistis, legendaris, dan tidak ada kronologis unsur waktu dalam urutan ceritanya. Sesuai legenda itu, masyarakat Saranjana sudah mengenal posisi kepala suku, namun belum memiliki birokrasi sebagaimana kerajaan yang ada dalam fase negara awal.

“Masyarakat Saranjana adalah masyarakat yang homogen. Mereka menata kehidupan komunitasnya dengan sangat harmonis, sesuai aturan adat yang berisi hukum tradisional, termasuk larangan-larangan dalam hukum adat,” jelas Mansyur.

Menurut dia, masyarakat Saranjana juga membangun tempat tinggal sementara sebelum pindah ke lokasi lainnya, seperti digambarkan H. Ling Roth pada pertengahan Abad ke-19. Daerah-daerah yang menjadi wilayah Kerajaan Saranjana meliputi Pulau Halimun (wilayah Pulau Laut) bagian selatan. 

Salah satu kawasan di dalam hutan Saranjana. Foto: Dok. Mansyur untuk bakabar.com.
Salah satu kawasan di dalam hutan Saranjana. Foto: Dok. Mansyur untuk bakabar.com.

Kerajaan Saranjana tidak pernah tercatat melakukan ekspansi atau perluasan wilayah, baik dengan peperangan maupun klaim wilayah kekuasaan. Mereka baru mulai pindah karena pengaruh berbagai faktor.

Sebagaimana dituliskan Schwaner dalam Historische, Geograpische en Statistieke Aanteekeningen Betreffende Tanah Boemboe (1851). Menurut Schwaber, "kisah-kisah tertua beredar sampai penduduk asli di tempat itu yang disebut Suku Dayak menjadi kaya dan kuat, serta hidup di kampung-kampung yang dikelilingi oleh kebun-kebun yang luas dan indah, di bawah raja-raja yang berasal dari mereka dan keturunannya.”

Dia melanjutkan, “Sejarah kerajaan itu tercampur dengan kisah berbagai peristiwa alam gaib, tindakan legendaris dan adat barbar dan berakhir dengan kehancuran daerah itu akibat perang dengan kekuatan asing yang datang dengan perahu, menyerang penduduk dan menghancurkan wilayahnya."

Ribuan orang terbunuh, sisanya dipukul mundur sampai pegunungan tinggi. Barangkali karena tekanan, sampai sekarang mereka ketakutan dan bersembunyi, tinggal dalam beberapa keluarga dan tersebar di kampung-kampung kecil.

Editor


Komentar
Banner
Banner