bakabar.com, JAKARTA – Prof Denny Indrayana melihat Mardani H Maming (MHM) masih memiliki kans untuk membuktikan dirinya tidak bersalah.
"Masih punya peluang, sekalipun persentase menangnya tipis," jelas Denny kepada bakabar.com, Senin (13/2).
“Batas waktu banding 14 hari, seharusnya memiliki peluang besar,” sambungnya.
Alasannya, wakil menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2011-2014 itu berpendapat bahwa kasus yang dialami MHM adalah perkara yang sudah diatur sedemikian rupa.
Baca Juga: Menengok Silang Pendapat Hakim di Vonis Mardani H Maming
“Dari awal kasus ini adalah pesanan dan saya duga sudah dikondisikan, jadi sulit untuk diprediksi” tambahnya.
Denny pun yakin kasus yang menjerat bendahara umum PBNU itu dapat terus bergulir hingga ke tahap kasasi. Bahkan ke tahap peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung.
“Dugaan saya kasus ini akan sampai kasasi bahkan PK di MA,” jelas staf khusus Presiden bidang hukum era SBY ini.
Majelis hakim yang diketuai Heru Kuntjoro bersama empat hakim anggota; Aris Bawono Langgeng, Jamser Simanjuntak, Ahmad Gawi dan Arie Winarno, sebelumnya mengganjar MHM hukuman 10 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Jumat (10/2).
Baca Juga: Mardani H Maming Diminta Bayar Uang Pengganti Rp110 Miliar
Hakim juga mengenakan denda Rp500 juta subsider empat bulan kurungan, jika tak dibayar oleh terdakwa ketika putusan itu sudah inkrah.
Tak cukup itu, MHM juga dikenakan sanksi uang pengganti sebesar Rp110 miliar lebih. Jika tak membayar, maka diganti hukuman 2 tahun penjara. Termasuk harta bendanya disita oleh negara dan dilelang.
Sekadar tahu, KPK mulai menyelidiki kasus pengalihan IUP batu bara yang menjerat MHM sejak 9 Juni 2022. Hanya butuh waktu sepekan, KPK lalu menaikkan status kasus ke tahap penyidikan dengan menetapkan MHM menjadi tersangka.
MHM sedianya sempat melakukan perlawanan terhadap proses hukum tersebut. Dia mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gagal.
Menariknya, dalam hal pembayaran uang pengganti Rp110,6 miliar, dua dari lima orang majelis hakim berbeda pendapat alias dissenting opinion. Kedua hakim itu bernama Ahmad Gawi dan Arif Winarno. Adapun hakim Heru Kuntjoro, Jamser Simanjuntak, dan Aris Bawono Langgeng, memutuskan perlunya uang pengganti.