Bangunan Bersejarah

Menyusuri Jejak Sejarah GPIB Beth El Magelang Usianya Lebih dari 2 Abad

200 tahun yang lalu, tepatnya pada 1817, GPIB Beth El Magelang didirikan seiring dengan dibuatnya alun-alun kota oleh Adipati Danuningrat I,

Featured-Image
Gereja Beth El Magelang yang usianya lebih dari 200 tahun, Kamis (13/4). (Foto: apahabar.com/Arimbi)

bakabar.com, Magelang - Bangunan megah berwarna putih di Kota Sejuta Bunga itu berdiri kokoh, meski usianya sudah tak lagi muda.

Letaknya di pusat kota membuat halaman parkirannya tak pernah sepi dari jajaran kendaraan yang singgah sejenak.

Lalu-lalang pengunjung yang lewat tak mengurangi kesakralan mereka yang sekali dalam seminggu beribadah di Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Beth-El Magelang.

Sudah dua abad kisahnya ditarik turun di Indonesia. Tepatnya pada tahun 1817, GPIB Beth El Magelang didirikan seiring dengan dibuatnya alun-alun kota oleh Adipati Danuningrat I atas restu Sir Thomas Stamford Raflles, Gubernur Jenderal Hindia Belanda masa kekuasaan Inggris.

Baca Juga: Seulas Cerita Water Toren, dari Wabah Hingga Jadi Sumber Air Kota Magelang

Sejak saat itu jugalah, kawasan gereja tersebut menjelma menjadi jantung Kota Magelang sekaligus menjadi simbol pluralisme pada masa itu lantaran dibangun beriringan dengan Masjid dan Gereja Katolik di sekitarnya.

Selain simbol persatuan, GPIB Beth El dan area sekitarnya juga pernah menjadi area pertempuran dan perebutan kekuasaan Hindia-Belanda.

Setelah kembali ke pangkuan Kerajaan Belanda lagi dari hasil Traktat London, kawasan alun-alun Kota Magelang berkembang.

Sesuai dengan misi Belanda pada masa itu yakni Gold Glory Gospel (3G) mereka pun memilih kawasan tersebut untuk mendirikan tempat ibadah bagi penganut agama Kristen.

Baca Juga: Mengupas Sejarah Soreng, Tentang Arya Penangsang dan Dendamnya pada Hadiwijaya

Tempat ibadah yang usianya lebih tua dari Perang Diponegoro tersebut sengaja dibangun guna memenuhi kebutuhan rohani komunitas Eropa yang mukim di sekitar kawasan tersebut.

Sebelum diberi nama GPIB Beth El, pemerintah Belanda menyebut gereja itu De Protestantse Kerk te Magelang.

Kepada bakabar.com, Kamis (13/4), Majelis GPIB Beth-el Magelang, dr Reno Ranuh mengatakan, GPIB Beth El dibangun di tahun yang sama ketika Kota Magelang ini disahkan sebagai ibu kota Karesidenan Kedu (Besluit van Comissaris General der Nederlandsch Indie pada 14 Maret 1817.

Tulisan tanda berdirinya GPIB Beth El 1817, Kamis (13/4) (Foto: bakabar.com/Arimbi)
Tulisan tanda berdirinya GPIB Beth El 1817, Kamis (13/4) (Foto: bakabar.com/Arimbi)

"Angka tahun tersebut, didapat dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah yang telah menelitinya, dan telah dipasang di halaman depan gereja dengan tulisan “Magelang Heritage 1817," imbuhnya.

Menurut Reno, pada masa itu, gereja De Indische Kerk kemudian dijadikan institusi yang diserahi tanggung jawab untuk mengelolanya.

Lokasi yang strategis ini, menunjukkan gereja disediakan untuk pelayanan rohani jemaat dari kelompok penting, yakni komunitas Kristen Protestan Eropa.

Baca Juga: Gedung Eks Rumah Dinas Residen Kedu, Saksi Bisu Penangkapan Diponegoro

Kemudian, lanjut Reno, bagi masyarakat pribumi, atau inlander, didirikan gereja Protestan di Kebonpolo pada 1923, namun baru selesai dibangun dan digunakan pada 1927.

"Pada masa itu, gereja tersebut dikenal dengan nama Gereja Ambon, karena saat itu banyak jemaat dari Ambon atau Maluku," imbuhnya.

Lebih lanjut, Reno menjelaskan, setelah Indonesia mengikrarkan kata merdeka dan rezim kolonial Belanda berakhir pada 1945, De Indische Kerk melepas tanggung jawabnya dan menyerahkan bangunan gereja ini, ke lembaga agama Kristen Protestan De Protestansche Kerk in Westelijk Indonesia (GPIB) pada 31 Oktober 1948.

Baca Juga: Kisah Haji Samanhudi, Saudagar Batik dari Solo yang Mendirikan Sarekat Islam

"Sejak saat itu juga (1048) sekitar 250-300 jemaat pribumi pun rutin beribadah dan berkegiatan di gereja ini," tuturnya.

Reno mengaku, bangunan bergaya arsitektur Gothic itu, sampai sekarang masih berfungsi dengan baik walaupun hampir tidak pernah mendapat pemugaran, hanya beberapa kali pengecatan ulang.

Editor


Komentar
Banner
Banner