“Bakat seni Fadly Zour itu luar biasa. Dengan keterbatasan fasilitas dan informasi saat itu, ia mampu menciptakan karya yang hebat”
Puja Mandela, BATULICIN
Seniman besar Kalimantan Selatan (Kalsel), Fadly Zour, telah tutup usia, Selasa 12 Desember 2019 pada pukul 04.00 dini hari. Duka pun menyelimuti masyarakat Kalsel terkhusus warga Tanah Bumbu (Tanbu) setelah berpulangnya maestro besar pencipta lagu-lagu Banjar itu, salah satu lagu tersohor ciptaannya yakni Pambatangan.
Baca Juga:Tanah Bumbu Berduka, Fadli Zour Tutup Usia
Tak banyak yang bisa diungkap dari sosok Fadly Zour. Tapi, Wartawan bakabar.com memiliki sedikit catatan atau lebih tepatnya, kenangan bersama Fadly Zour yang lahir di Kotabaru, 13 Desember 1939.
Kepada Wartawan bakabar.com, Fadly Zour pernah mengungkapkan bahwa sebenarnya ia tak punya basic khusus di bidang seni. Ia tak pernah sekolah musik atau belajar kepada musisi besar Indonesia. Modal pengetahuan musiknya hanya karena ia senang mendengarkan lagu-lagu keroncong.
Saat mengikuti wajib militer, Fadly Zour pernah ditunjuk menjadi koordinator bidang seni dan bertugas untuk mengiringi kelompok paduan suara dengan menggunakan gitar. Semenjak itulah ia menjadi semakin akrab dengan gitar dan seni.
“Bakat seni saya juga dipengaruhi oleh Anang Ardiansyah,” ungkapnya, beberapa tahun yang lalu.
Untuk diketahui, Anang Ardiansyah adalah seorang penyanyi dan pencipta lagu-lagu daerah Banjar terbanyak, yakni sebanyak 103 judul. Anang juga dijuluki sebagai Maestro Lagu-Lagu Banjar. Salah satu lagu ciptaannya yang paling tersohor adalah Paris Barantai.
Di dalam dokumen yang ia tulis dengan judul “Kumpulan Lagu-lagu Negeri”, Fadly mengungkapkan bahwa nama aslinya bukanlah Fadly Zour, tetapi Fadly Noor.
Menurut dia, nama Fadly Zour itu sekadar nama gaul yang sudah melekat padanya sejak 1959. Di dalam dokumen setebal puluhan lembar itu ia menulis: Kupersembahkan pada generasi penerus masa depan.
Semasa hidupnya, Fadly Zour memang dikenal dekat dengan anak muda. Pada momen peringatan Hari Pahlawan 7 Februari 2018, ia menjadi narasumber di tengah kondisi cuaca hujan lebat.
Meski begitu, semangat Fadly Zour tak padam. Ia tak terlihat lelah menjelaskan sejarah perjuangan rakyat Pagatan kepada anak-anak muda yang tergabung di sejumlah komunitas dan organisasi.
Cerita lain tentang Fadly Zour yang belum banyak diketahui publik adalah tentang proses penciptaan Mars Tanah Bumbu.
Fadly Zour mengungkapkan, tak lama setelah Kabupaten Tanbu berdiri pada 8 April 2003, Bupati saat itu, H. Zairullah Azhar, memintanya untuk menciptakan lagu yang akan dijadikan sebagai mars Tanah Bumbu.
Fadli Zour yang memang sudah dikenal sebagai pencipta lagu-lagu Banjar populer menyanggupinya. Kebetulan saat itu Fadli Zour sudah memiliki lirik dan notasi yang cocok untuk lagu Mars Tanah Bumbu.
Dalam proses kreatifnya, ia menciptakan lagu Mars Tanah Bumbu dalam waktu tak sampai satu jam. Akhirnya, Mars Tanah Bumbu tercipta. Lagu itu langsung menjadi lagu wajib di acara-acara seremonial, sering kali dilombakan dalam even-even daerah, dan terus dinyanyikan banyak orang sampai hari ini.
Fadli Zour juga menciptakan Mars 7 Februari. Lagu itu juga sudah menjadi lagu wajib di setiap peringatan Hari Pahlawan 7 Februari di Pagatan.
Namun, satu hal yang harus dikagumi dari Fadli Zour adalah karena saat menulis lagu-lagu ciptaannya seperti Pambatangan, Ketupat Kandangan, Mars Tanah Bumbu, atau Mars 7 Februari, ia tidak berada di lingkungan yang memiliki referensi musik melimpah.
“Bakat seni beliau itu luar biasa. Dengan keterbatasan fasilitas dan informasi saat itu, beliau mampu menciptakan karya yang hebat,” ungkap seniman Tanah Bumbu, Arif Rahman, kepada bakabar.com, Rabu (14/2/2019).
Arif Rahman menilai, karya-karya Fadly Zour selalu memiliki ciri khas, di antaranya irama yang penuh semangat dan lirik lagu sederhana, tapi mengandung makna yang dalam seperti lagu Pambatangan yang memotret perjuangan masyarakat dalam mencari rezeki yang halal.
Bagi Arif Rahman, Fadli Zour yang mengakhiri tugas militernya pada 1987 adalah sosok nasionalis sejati. Ia tidak meletakkan nasionalisme di bajunya, di bendera, atau menempel kata nasionalis di depan pintu rumahnya. Tapi, nasionalisme bergerak seiring dengan langkah dan hembusan nafasnya.
Baca Juga:Fadli Zour Sakit, Suasana Peringatan Hari Pahlawan Berubah Haru
Editor: Aprianoor