Filosofi Hari Raya Ketupat

Memaknai Hari Raya Ketupat dan Filosofinya dari Sunan Kalijaga

Masyarakat Jawa punya tradisi Hari Ketupat pasca-Lebaran. Hari Raya Ketupat atau Lebaran Ketupat atau Kupatan kental dengan nilai-nalai Islam.

Featured-Image
Leman, pedagang ketupat di Jalan A Yani KM 1, Banjarmasin. Foto-apahabar.com/Rizal Khalqi

bakabar.com, SURABAYA - Hari ini sebagian masyarakat jawa merayakan Hari Raya Ketupat atau Lebaran Ketupat atau Kupatan. Perayaan ini dirayakan tepat H+7 Idul Fitri. 

Perwakilan Kementerian Agama (Kemenag) kanwil Jawa Timur, Farmadi Hasyim mengatakan sejarah Lebaran Ketupat berawal dari Sunan Kalijaga yang pertama kali mengenalkan kepada masyarakat Jawa. Sunan Kalijaga merupakan seorang Wali Songo yang turut menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. 

Lebaran Ketupat dirayakan pada satu minggu setelah Idul Fitri. Yakni pada 8 Syawal yang tahun ini jatuh pada hari ini, Sabtu (29/4).

“Jadi Lebaran ketupat setelah melaksanakan puasa sunnah selama 6 hari,” ucap Farmadi saat dihubungi bakabar.com.

Baca Juga: Setelah Idulfitri, Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat

Salah satu menu wajib saat perayaan ini adalah ketupat. Hidangan ini juga menjadi menu wajib setiap Idul Fitri. 

Ketupat merupakan makanan berbahan dasar beras yang dibungkus menggunakan anyaman janur berbentuk persegi. Hidangan ini pun juga memiliki sejarah tersendiri.

Farmadi mengatakan, ketupat juga diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga pada abad ke-15. Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai budaya dan filosofi dari budaya Jawa yang memiliki nilai-nilai Islam. 

Baca Juga: Memaknai Ketupat, Sajian Khas Lebaran yang Punya Banyak Filosofi

Menurut Farmadi, ketupat diambil dari bahasa Jawa yang memiliki arti ngaku lepat. Dalam bahasa Indonesia berarti mengakui kesalahan. 

“Semua manusia pasti punya kesalahan dan sebaik-baiknya orang adalah mereka yang mau mengakui kesalahannya,” ucap Ketua Tim Akomudasi Transportasi dan Perlengkapan Haji Reguler Kemenag Jatim ini.

Makna Komponen Ketupat

Seluruh komponen ketupat juga memiliki makna masing-masing. Seperti janur, anyaman, isi, dan cara memakannya. Berikut pembahasannya.

Pertama adalah bahan anyamannya, yaitu janur. Janur menurut filosofi Jawa merupakan kepanjangan dari sejatine nur. Itu melambangkan seluruh manusia berada dalam kondisi yang bersih dan suci setelah melaksanakan ibadah puasa. 

Selain itu, janur memiliki kekuatan magis sebagai tolak bala. Karenanya, sebagian orang jawa menggantungkan ketupat di depan pintu rumah mereka.

“Itu sebagai tawasul atau sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT agar jauh dari bala,” kata Farmadi.

Baca Juga: Lonjakan Harga Kulit Ketupat Jelang Lebaran

Kedua adalah makna anyaman ketupat. Anyaman ketupat yang tampak rumit memiliki arti bahwa hidup manusia itu juga penuh dengan liku-liku, pasti ada kesalahan di dalamnya. 

Ketupat juga memiliki bentuk segi empat yang menggambarkan empat jenis nafsu dunia. Yaitu al amarah, yakni nafsu emosional; al lawwamah atau nafsu untuk memuaskan rasa lapar; supiah adalah nafsu untuk memiliki sesuatu yang indah; dan mutmainah, nafsu untuk memaksa diri. 

“Orang yang memakan ketupat digambarkan bisa mengendalikan keempat nafsu tersebut setelah melaksanakan ibadah puasa,” papar Farmadi.

Baca Juga: Tidak Hanya Budaya Betawi, Pesta Malam Tahun Baru Sajikan Wayang Kulit di Sarinah

Ketiga adalah isi ketupat yang berbahan beras. Beras merupakan bentuk harapan agar kehidupannya dipenuhi dengan kemakmuran. Selain itu, saat membelah ketupat, maka akan menjumpai warna putih yang mencerminkan permohonan maaf atas segala kesalahan.

“Dan juga berharap bisa seputih isi kupat tersebut,” imbuhnya.

Terakhir, cara memakan ketupat. Biasanya, ketupat dimakan bersama sayur cecek atau sayuran lain yang berbahan santan. Santan atau santen dalam bahasa jawa pangapunten berarti memohon maaf atas kesalahan. 

“Dari situ, maka ada ucapan ‘Mangan kupat nganggo santen. Menawi lepat, nyuwun pangapunten’ (makan ketupat pakai santan, bila ada kesalahan mohon dimaafkan)” pungkas Farmadi.

Editor


Komentar
Banner
Banner