bakabar.com, BARABAI - Massa dari berbagai organisasi turun ke jalan di Hulu Sungai Tengah (HST), Selasa (25/10). Mereka menyuarakan penolakan terhadap penambangan batu bara di Bumi Murakata.
Di depan kantor DPRD HST, massa aksi damai berorasi dan membentangkan spanduk-spanduk 'Save Meratus' dan berbagai tuntutan terhadap pihak terkait.
“Kami meminta para penambang ilegal ditangkap. Bukti sudah ada, apalagi yang ditunggu,” seru sang orator Selimi Guspianor yang juga Ketua KNPI HST.
Selanjutnya mereka juga menuntut Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) HST atau perwakilan naik ke podium komando aksi damai.
Usai berorasi, massa menuntut tanda tangan bersama. Hal itu ditunjukkan sebagai komitmen menjaga alam Bumi Murakata. Mereka kemudian dipersilakan memasuki ruang paripurna DPRD untuk beraudiensi dengan Forkopim dan dan anggota dewan di HST.
Berikut tuntutan dalam aksi damai yang diikuti oleh 37 Organisasi Kepemudaan (OKP) di HST:
1. Mengutuk dan mengecam keras serta tidak mentolerir aktivitas tambang, kebun monokultur skala besar sawit dan perambahan hutan di HST, baik yang legal maupun ilegal.
2. Mendesak Kapolda Kalsel segera menindak para pelaku Pertambangan Tanpa Izin (Peti) maksimal 100 hari kerja.
3. Mendesak Kapolri melakukan tindakan tegas terhadap aparat yang terlibat kasus pertambangan ilegal atau mafia sumber daya alam di Kalsel, khususnya di HST.
4. Mendesak agar Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan lembaga terkait ikut mengawal kasus tambang ilegal di Kalsel, khususnya di HST dan memastikan hak serta melindungi masyarakat sipil yang melakukan penolakan segala bentuk upaya perusakan lingkungan.
5. Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (Gembuk) dan Gerakan #SaveMeratus siap mengawal kasus ini dan siap bekerja sama dengan pihak-pihak terkait dalam menuntaskan kasus hukum untuk melindungi HST dari kerusakan lingkungan.
Sementara koordinator lapangan demonstrasi, M Riza Rudi, menjelaskan aksi mereka juga bertujuan menggalang dukungan masyarakat untuk menjaga hutan Meratus dari penambangan legal maupun illegal.
Tidak hanya pertambangan batu bara, juga industri ekstraktif yang merusak lingkungan seperti kebun monokultur kepala sawit skala besar maupun illegal logging.
“Aksi ini juga untuk mengawal, memastikan dan mendesak agar penegakan hukum terhadap pelaku penambang illegal dan aktivitas ilegal lain berjalan cepat, akuntabel dan transparan,” tandas Rudi.
Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, yang ikut serta dalam aksi damai tersebut menilai penting melindungi HST dari ancaman industri tambang. Penyebabnya hutan Meratus di HST adalah rimba terakhir penyangga Kalsel.
“Pemkab HST seharusnya tegas mengeluarkan HST dari jerat izin tambang tersisa PKP2B PT AGM,” tegas Kisworo.
Tercatat sepanjang 2022, aktivitas pertambangan tanpa izin mulai mengganggu di HST. Diawali di Batu Harang Kecamatan Haruyan.
Kawasan ini sempat didatangi Satgas Peti PT AGM dan PAM Obvit Polda Kalsel, karena lahan bukaan cukup dekat dengan konsesi PT AGM berdekatan.
Kemudian 29 Juli 2022, didapati ribuan karung berisi batu bara hasil dari galian manual di Batu Harang.
Polisi lantas memeriksa dan melakukan penyelidikan yang berakhir dengan teguran. Alasannya banyak masyarakat awam yang terlibat dalam penambangan batu bara manual itu.
Kemudian di Desa Nateh berbatasan dengan Kecamatan Tebing Tinggi, Balangan. Bukaan lahan ini diidentifikasi komunitas pengendara trail. Terdapat bekas kerukan dan sisa-sisa batu bara, alat berat dan sebuah truk.
Tak jauh dari lokasi kerukan, tepatnya di wilayah Balangan, terdapat tumpukan batu bara. Namun ketika diperiksa tim gabungan TNI/Polri dan Pemkab HST, alat berat dan truk sudah dilarikan.
Sebelum marak aktivitas PETI, masyarakat HST pernah dibuat cemas atas penerbitan SK Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Operasi Produksi PT MCM.
Walhi sempat kalah di pengadilan tingkat pertama dan kedua, meski akhirnya mememangi persidangan.
Masalah baru muncul. SK MCM diterbitkan oleh Kementerian ESDM di pertengahan 2021. Dalam tahun yang sama, SK yang digugat Walhi dicabut.
SK baru yang diterbitkan tersebut berisi operasi produksi PT MCM yang berada di kawasan Balangan dan Tabalong.