bakabar.com, KANDANGAN - Masyarakat Dayak Meratus, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) menerima peningkatan kapasitas hukum adat dalam rangka sinergitas hukum adat dan hukum positif negara yang berlandaskan Undang-undang Republik Indonesia, Senin (17/11).
Peningkatan kapasitas hukum yang digelar di Aula All Outbond Camp Kecamatan Loksado dilakukan dalam rangka pasca penetapan pengakuan masyarakat hukum adat (MHA) di wilayah Kabupaten HSS.
Diskusi bersama tersebut menghadirkan sejumlah narasumber yakni, Kasi Pidum Kejari HSS Prihanida Dwi Saputra, Kapolsek Loksado Ipda Roni Prianto, Bagian Hukum Setda HSS M Normijani, PPMAN Kalimantan Selatan (Kalsel) Dariatman, serta Direktur Eksekutif Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPMA) Borneo Selatan Juliade.
"Sebagai negara kesatuan, kita punya aturan yaitu hukum positif atau Undang-undang sampai turunannya. Nah di masyarakat sendiri itu ada aturannya juga yaitu hukum masyarakat adat," ucap Juliade.
Sehingga lanjutnya, perlu adanya sinergitas antara hukum positif dan hukum adat (living law) supaya tidak terjadi benturan yang mengakibatkan perselisihan hingga adanya gesekan yang mengakibatkan perpecahan.
Salah satu contoh perlu adanya sinergitas seperti larangan oleh pemerintah terkait pembakaran hutan dan lahan. Sedangkan pada masyarakat adat itu diperbolehkan dengan syarat harus sesuai aturan yang telah ditetapkan.
"Sebenarnya mereka tidak membakar hutan, melainkan hanya membersihkan lahan yang luasnya tidak besar untuk ditanami padi gunung," ujar Juliade.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, diperbolehkan membakar lahan dengan syarat maksimal 2 hektar per kepala keluarga untuk membuka lahan dengan kearifan lokal, ditanami varietas lokal.
"Harapannya adanya sinergi ini, aparatur penegak hukum berdasarkan hukum positif bisa mengkaji lebih dalam. Contohnya hukum positif dianggap melanggar, tetapi kemudian di dalam aturan adat ternyata menjalankan kearifan lokal, nah bagaimana menyikapinya," terang Juliade.
Terpisah, Damang Loksado Uncauman mengungkapkan bahwa masyarakat adat menyambut baik adanya kegiatan berupa sinergi antara hukum positif dan hukum adat.
Apalagi, Pemerintah Kabupaten HSS, Polres HSS, dan Kejari HSS, serta LPMA Borneo Selatan memberikan pemahaman berupa penyuluhan kepada masyarakat adat Dayak Meratus Loksado.
"Sejauh ini belum pernah ada penyuluhan sinergitas hukum positif dengan hukum adat. Ini sangat luar biasa," katanya.
Uncauman mewakili kedamangan memberikan masukan kepada pihak keamanan supaya tidak terjadi tebrakan antara hukum positif, dengan hukum adat.
Diharapkan semua bisa diselesaikan dengan duduk bersama, berdampingan, semua bisa selaras antara hukum adat dengan hukum positif.
"Mari sama-sama membina, mengayomi masyarakat. Kami dari kedemangan juga memberikan arahan kepada masyarakat supaya jangan melanggar hukum adat dan hukum positif," imbuhnya.
Uncauman berharap, sosialisasi maupun diskusi seperti ini terus berlanjut sehingga masyarakat adat menjadi lebih paham dan mengerti tentang hukum.
Sementara itu, Kasi Pidum Kejari HSS Prihanida Dwi Saputra menjelaskan bahwa harmonisasi hukum adat dan hukum positif hanya dapat tercapai melalui kolaborasi lintas sektoral yang solid dari aparat penegak hukum, pemerintah, lembaga adat dan seluruh stakeholder terkait.
Tentunya, semua pihak harus menyatukan nilai budaya dan norma negara, sehingga proses penegakan hukum menjadi lebih humanis, inklusif, dan adil.
"Keberhasilan harmonisasi ini bukan saja mencegah benturan hukum, tetapi juga memperkuat keutuhan sosial serta menjaga kedamaian yang berakar pada jati diri bangsa," pungkasnya.









