bakabar.com, BANJARMASIN - Kaesang Pangarep dan Erina Gudono telah selesai melaksanakan ritual siraman di kediamannya masing-masing hari ini.
Siraman termasuk salah satu dari serangkaian adat Jawa yang dilakukan menjelang pernikahan. Berikut makna siraman dan filosofinya yang dilansir dari detikJateng, Jumat (9/12).
Tradisi Sejak Islam Masuk Jawa
Dalam jurnal Adat Budaya Siraman Pengantin Jawa Syarat Makna dan Filosofi (Teknobuga Vol 2 No 2, 2015) disebutkan bahwa siraman mengandung nilai filosofi tentang tatanan kehidupan yang akan diarungi oleh kedua calon pengantin.
Menurut jurnal karya Endang Setyaningsih dan Atiek Zahrulianingdyah itu, adat budaya siraman pengantin bermula dari zaman Islam masuk ke tanah Jawa. Hal itu tercermin dari salah satu prosesi siraman yaitu berwudu dengan air kendi yang diambil dari tujuh sumber mata air yang bertuah.
Acara siraman dilakukan sehari sebelum akad nikah. Tujuan siraman ialah memandikan calon pengantin agar bersih dan suci lahir dan batin.
Siraman Mengenang Keluhuran Wali Songo
Menyirami calon pengantin itu hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah menikah atau sesepuh keluarga yang menjadi teladan. Sebab, mereka diharapkan berkahnya. Selain itu, jumlah yang menyirami harus ganjil dan kurang dari tujuh sampai sembilan orang.
Pertama yang menyirami adalah ayah, ibu, lalu kerabat lainnya dan terakhir adalah perias pengantin dan masing-masing sesepuh. Siraman dilakukan sebanyak tiga kali menggunakan gayung dari tempurung kelapa.
Dalam jurnal yang mengutip buku 'Upacara Perkawinan Adat Yogyakarta' (PT Dian Digital Media, 2012) itu dituliskan bahwa jumlah sembilan orang sesepuh tersebut, menurut budaya Keraton Surakarta, ialah untuk mengenang keluhuran Wali Songo. Maknanya ialah manunggalnya Jawa dengan Islam.
Perlengkapan-perlengkapan dan syarat-syarat lain yang disiapkan juga mengandung simbol-simbol nilai filosofi dan tuntunan hidup. Perlengkapan siraman itu meliputi tumpeng lengkap, tumpeng robyong, tumpeng gandul, jajan pasar, jambangan berisi air dan bunga tujuh rupa, kendi berisi air dari tujuh sumber, dan lain-lain.
Agar Mendapat Berkah Cantik dari Bidadari
Menurut buku 'Perkawinan Adat Jawa Lengkap' karya Anjar Ani (1986: 36) yang dikutip jurnal itu, siraman pengantin adat Jawa dimulai dari pukul 11.00 pagi. Sebab, menurut Syahibul Hikayat, pada jam-jam tersebut bidadari dari khayangan sedang turun ke sendang untuk mandi.
Dengan demikian, harapannya agar calon pengantin wanita yang menjalani siraman bakal mendapat berkah kecantikan dari sang bidadari.
Di era modern, siraman menjadi sarana menyampaikan petuah kepada calon pengantin sebelum mengarungi bahtera hidup berumah tangga agar selalu terhindar dari halangan dan rintangan.