Sengkarut Tambang Ilegal

Mafia Tambang Ismail Bolong: Sikap Komisi Kejaksaan Disayangkan

PENELITI pusat studi antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menyayangkan sikap Komisi Kejaksaan (Komjak) seputar lambann

Featured-Image
Aksi Ismail Bolong menghadang patroli petugas KPHP Santan di lokasi tambang batu bara beredar pada medio November 2022.

bakabar.com, JAKARTA - Peneliti pusat studi antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menyayangkan sikap Komisi Kejaksaan (Komjak) seputar lambannya penanganan kasus dugaan mafia tambang Ismail Bolong.

"Pernyataan ketua Komjak itu patut disayangkan. Bukannya mendorong bagaimana proses hukum terhadap IB (Ismail Bolong, red) dipercepat, ini malah pasang badan untuk kejaksaan," jelas Castro, sapaan karibnya, Jumat (16/6).

Baca Juga: Komjak Pasang Badan Bela Jaksa Lambat Usut Kasus Ismail Bolong

Sebagai lembaga pengawas Kejaksaan, semestinya Komjak dapat bersikap lebih garang. "Komjak itu kan harusnya mengevaluasi sekaligus mengkritik proses yang lamban," sambung Castro.

Kasus Ismail Bolong begitu menyita perhatian publik. Terlebih turut menyeret nama sederet petinggi Polri, seperti halnya Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.

Baca Juga: Sengkarut Mafia Tambang Ismail Bolong, Presiden Jangan Diam!

Namun, sampai detik ini, proses hukum Bolong seolah menggantung tanpa kejelasan. Kepolisian-kejaksaan masih saling lempar berkas kasus.

Maka tak salah ia melihat ada kesan kasus tersebut hendak dihentikan guna menyelamatkan petinggi-petinggi Polri.

Ismail Bolong
Sejumlah anggota Paminal Mabes Polri saat turun tangan menyelidiki kasus dugaan penambangan ilegal oleh sejumlah pengusaha di Kaltim yang diduga dibekingi oknum perwira kepolisian, medio Januari 2022. Foto: Dok. laporan hasil penyelidikan Paminal

"Kan itu poinnya," pungkas Castro.

Seperti diberitakan, Ketua Komjak, Barita Simanjuntak pasang badan membela jaksa yang lambat mengusut kasus Bolong.

Baca Juga: Kabareskrim Pasang Aksi Tutup Mulut Respons Kasus Ismail Bolong!

“Petunjuk P-19 yang diberikan jaksa peneliti adalah dalam rangka melengkapi syarat formil dan materiil berkas perkara yang disampaikan penyidik,” kata Barita kepada bakabar.com, Jumat (16/6).

Barita menerangkan lambatnya proses hukum Ismail Bolong bukan karena kejaksaan enggan meneruskan kasus. Namun masih memastikan unsur pendukung yang menguatkan status tersangka Ismail Bolong.

“Jaksa dalam kasus ini memberikan petunjuk P19 tidak berarti lambat,” ujarnya.

“Namun wajib untuk memastikan semua unsur-unsur, alat bukti, peran tersangka [Ismail Bolong], serta perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan telah lengkap. Sebab nanti Jaksalah yang akan membuktikan perkara ini di Pengadilan,” sambung dia.

Baca Juga: Teka-Teki Kasus Ismail Bolong Berlanjut

Kemudian ia menjelaskan bahwa jaksa sampai dengan saat ini masih mengkaji petunjuk dari kasus Ismail Bolong secara hati-hati.

“Jadi petunjuk yang diberikan adalah dalam rangka kehati-hatian Jaksa dalam menangani perkara ini,” jelasnya.

Di samping itu, ia juga memastikan pihaknya akan menaruh atensi penuh terhadap kasus tambang ilegal ini agar kasus yang menyeret Ismail Bolong itu memiliki kepastian hukum.

Baca Juga: Keberadaan Ismail Bolong Jadi Misteri, Kapolri Tersandera?

“Kita wajib memastikan penegakan hukum di Kejaksaan berjalan profesional akuntabel, jadi kalau perkara ini belum lengkap semata-mata untuk kepentingan hukum,” pungkasnya.

Sebelumnya, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar turut mendorong Ismail Bolong untuk melakukan praperadilan.

Abdul melihat dorongan pengajuan proses praperadilan tersebut untuk menggugurkan status tersangka Bolong dari kasusnya tersebut.

Baca Juga: Ngaku Tak Tahu Keberadaan Ismail Bolong, Castro: Pertaruhan Nama Baik Polri!

“Dipraperadilankan saja, dorong (Ismail Bolong) untuk menggugat polisi,” kata Abdul kepada bakabar.com, beberapa waktu lalu.

Polri juga disarankan menerbitkan SP3 lantaran dianggap kurang bukti sehingga kepastian hukum dapat berkeadilan.

“Kalau dianggap kurang bukti kemungkinannya di-SP3-kan, meski sampai hari ini belum ada penetapan SP-3,” jelas Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti itu.

Editor


Komentar
Banner
Banner