bakabar.com, JAKARTA - Simpang siur keberadaan Ismail Bolong mengisyaratkan sikap lunak Kapolri Jenderal Listyo Sigit kepada pelaku penambang batu bara ilegal.
Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menduga kapolri tersandera perkara dugaan gratifikasi yang mengarah ke Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.
Dalam sebuah video pernyataan Ismail Bolong yang beredar pada medio Desember 2022 silam, anggota Polresta Samarinda yang pensiun dini tersebut mengaku telah menyetor total Rp6 miliar kepada Agus sebagai uang tutup mulut.
Baca Juga: Skandal Cuan Emas Hitam Kaltim, Ismail Bolong Kebal Hukum?
"Ini diduga karena Polri tersandera dengan perkara illegal mining [tambang ilegal]. Bolong itu kotak pandora yang bisa mengurai keterlibatan petinggi-petinggi Polri," jelas Castro sapaan karib Herdiansyah dihubungi bakabar.com, Rabu (10/5).
"Jadi kalau dibuka, semua akan terbongkar. Mungkin ini yang menyebabkan sikap Polri melunak," dosen hukum tersebut.
Kesan tawar menawar perkara antara Bolong dengan Polri semakin terlihat. Kapolri seharusnya mengambil kendali untuk memastikan penyelidikan kasus Bolong terus berjalan.
"Jika tidak, ini akan semakin mengikis kepercayaan publik terhadap Polri," jelas Castro.
Baca Juga: Kalah Senior, Kapolri Berani Usut Herry Rudolf Nahak?
Sebaiknya Presiden Joko Widodo turun tangan dengan membentuk tim independen. Sebab, tak hanya nama Agus, sebelumnya Bolong juga menyebut nama Irjen Pol Herry Rudolf Nahak selaku Kapolda Kaltim. Nahak disebut-sebut berperan sebagai penyetor uang suap.
"Dugaan suap dan gratifikasinya pun seperti jalan di tempat. Tidak ada upaya (dari) KPK untuk masuk memeriksa nama-nama anggota kepolisian yang disebutkan Bolong selama ini," pungkasnya.
Baca Juga: Mabes Polri Klaim Tak Tahu Kondisi Terkini Ismail Bolong
Medio Desember 2022, Mabes Polri mengumumkan penetapan tersangka dan penahanan Ismail Bolong. Bolong ditahan selaku Komisaris PT Energindo Mitra Pratama (EMP) sebuah perusahaan tambang diduga ilegal.
Selain Bolong, polisi juga menahan dua lainnya. Rianto selaku pengatur operasional kegiatan pertambangan batu bara dari mulai penambangan, pengangkutan, dan pemuatan dalam rangka dijual. Dan Budi selaku penambang ilegal.
Tersangka Rinto dalam hal ini juga menjabat sebagai kuasa Direktur PT EMP berdasarkan penunjukkan atau perintah lisan tersangka Ismail Bolong.
Penyidik turut menyita beberapa barang bukti. Di antaranya; 36 dumtruck, 3 telepon genggam, 3 buku tabungan, tumpukan batu bara, 2 ekskavator, dan dua rekening koran.
Baca Juga: Menggantung Tanpa Kejelasan, IPW Pertanyakan Kasus Ismail Bolong
Mereka bertiga dijerat penyidik dengan Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara atau Minerba.
Namun setelah ditetapkan sebagai tersangka, Bolong tak diketahui rimbanya. Sedang aktivitas tambang ilegal disebut kembali merajalela di Bumi Etam, sebutan Kaltim.
Tim Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri sedianya sempat bertolak ke Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (4/4) silam. Namun sampai hari ini tak lagi terdengar hasil daripada penyelidikan tersebut.
Kabagpenum Divhumas Polri, Kombes Pol Nurul Azizah masih belum mendapatkan perkembangan terbaru dari penyidik atas kasus penambangan ilegal yang menjerat Ismail Bolong.
“Untuk kasus Ismail Bolong, jika ada update akan kami sampaikan,” ujar Nurul kepada bakabar.com, Rabu (10/5).