bakabar.com, JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri dan Johanis Tanak, diduga menghindari wartawan ketika menjalani klarifikasi di Dewan Pengawas (Dewas), Rabu (12/4).
Firli dan Johanis tidak terlihat datang ataupun pulang dari Kantor Dewas KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi. Padahal sejumlah awak media sudah menanti pintu akses utama kantor tersebut.
Dilansir dari CNN, hal itu berbeda dengan tiga pimpinan KPK lain. Alexander Marwata, Nurul Ghufron dan Nawawi Pomolango yang masuk lewat pintu utama, lalu memberikan keterangan pers.
Namun ketika meninggalkan Kantor Dewas KPK, Alex dan Nawawi tidak lagi melalui pintu yang sama.
Sementara anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, menyatakan telah mengklarifikasi lima pimpinan KPK. Dijelaskan Firli menjadi orang terakhir yang diklarifikasi.
Namun Haris enggan membocorkan materi klarifikasi dimaksud, "Semua pimpinan hadir. Terakhir Firli Bahuri mulai pukul 14.00-16.00 WIB," papar Haris.
"Mungkin dari pintu samping," tambah Haris untuk menjawab kehadiran maupun kepulangan Firli dan Johanis dari Kantor Dewas KPK.
Sebelumnya Brigjen Endar Priantoro melaporkan Firli dan Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Hardianto Harefa, ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran kode etik.
Pengaduan itu dilayangkan terkait keputusan pemberhentian dengan hormat dan pengembalian Endar ke Polri.
Endar mempermasalahkan surat keputusan perihal pemberhentian dengan hormat yang ditandatangani Sekjen KPK, serta surat penghadapan ke Polri yang ditandatangani Firli.
Padahal sebelumnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengirimkan surat yang memerintahkan perpanjangan penugasan Endar sebagai Direktur Penyelidikan KPK.
Sebaliknya KPK menjelaskan pencopotan disebabkan masa penugasan yang telah habis per 31 Maret 2023. Adapun surat dari Kapolri tertanggal 29 Maret 2023.
Selanjutnya KPK justru menunjuk jaksa Ronald Ferdinand Worotikan untuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Penyelidikan KPK.
Endar juga melaporkan Firli terkait kebocoran dokumen hasil penyelidikan kasus korupsi di Kementerian ESDM, termasuk memaksakan sebuah kasus ke tahap penyidikan.