Tak Berkategori

Lama Tak Ada Kabar, Kasus Nabi Palsu Kahakan HST Baru Inkrah di MA

apahabar.com, BARABAI – Dua tahun, sejak Desember 2019 kasus penodaan agama Islam pengaku nabi terakhir, Nasruddin…

Featured-Image
Nasruddin saat dibawa oleh JPU untuk menjalani sidang ke dua ke Ruang Sidang PN Barabai, Maret 2020 lalu./dok apahabar.com

bakabar.com, BARABAI – Dua tahun, sejak Desember 2019 kasus penodaan agama Islam pengaku nabi terakhir, Nasruddin asal Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) terus bergulir.

Perkara ini lama bergelut di meja hijau sejak 26 Februari 2020. Mulai dari sidang tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN) Barabai kemudian banding di Pengadilan Tinggi (PT) di Banjarmasin Kalsel hingga kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Kasus ini akhirnya inkrah di tingkat kasasi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menerima amar putusannya dan telah melakukan eksekusi terhadap Nasruddin per 31 Desember 2021.

Kajari HST, Trimo menyebutkan amar putusan di tingkat Kasasi menguatkan putusan di PT Banjarmasin, Nasruddin dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum Pasal 165 a KUHP.

Namun, kata Trimo, terdakwa Nasruddin tidak bisa dijatuhi hukuman. Dia dilepaskan dari segala tuntutan hukum karena mengalami gangguan jiwa berat (psikotik). Hal ini mengacu pada Pasal 44 KUHP.

“Putusan MA, Nasruddin dimasukkan (rehabilitas-red) ke RSJ Sambang Lihum selama 1 tahun,” kata Trimo saat Konfrensi Pers Capaian Kinerja Kejari HST selama 2021 di Aulanya, Senin (3/1).

Seiring perjalan sidang mulai di tingkat PN Barabai, Majelis Hakim ‘dissenting opinion’. Dua hakim anggota, Ariansyah dan Novita Witri memtutuskan terdakwa tidak bisa dipidana melainkan direhabilitas setahun.

Berbeda dengan Hakim Ketua, Eka Ratna Widiastuti. Dia justru memutus vonis lebih dari tuntutan JPU, dari 3 tahun menjadi 4 tahun pidana penjara.

Karena mayoritas suara tertuju kepada putusan rehabilitas di RSJ, PN Barabai memutus perkara dengan memerintahkan terdakwa dimasukkan setahun ke RSJ Sambang Lihum.

20 Mei 2020, JPU melayangkan banding ke PT Banjarmasin atas putusan PN Barabai itu. Per 16 Juli, JPU menerima amar putusannya.

Majelis Hakim di tingkat banding ini pun menguatkan putusan PN Barabai. Terdakwa Nasruddin tidak bisa dipidana melainkan direhabilitas selama setahun di RSJ Sambang Lihum.

Majelis Hakim di PT Banjarmasin memerintahkan agar Nasruddin dikeluarkan dari Rutan Barabai untuk dieksekusi ke RSJ Sambang Lihum.

JPU diberi waktu untuk mengamb sikap atau melakukan upaya hukum kasasi. Terhitung dari 24 Juli – 7 Agustus 2020 atau sejak hasil putusan PT tadi diterima.

Kuasa Hukum Nasruddin, Achmad Gazali Noor tak mengambil sikap soal ini. Dia meyakini optimis dengan putusan hakim banding.

Gazali menilai, isi memori yang dilayangkan JPU ke kasasi tidak jauh berbeda dengan uraian tuntutan maupun replik di tingkat PN dan PT.

“Isi memori dari JPU sudah dipelajari. Optimis putusan hakim kasasi tidak jauh beda. Hal tersebut sudah diuraikan dalam kontra memori kasasi,” kata Gazali.

Untuk diketahui, sebelumnya Nasruddin diduga mengajarkan agama sesat atau menyimpang dari syariat Islam pada 2018 lalu.

Kegiatannya itu bahkan sudah diajarkannya kepada para jamaahnya seja Maret 2003 di kediamannya, Jalan Penas Tani IV RT 3 Desa Bandang-Kahakan. Ajaran ini sempat dilarang dan melakukan mediasi oleh unsur Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan Masayarakat (Pakem) berdasar surat pernyataan bernomor 25/PD-K/FAT-07/III/2003.

Pada 2019 ajaran kembali mencuat sehingga dilaporkan atas dugaan yang sama. Ajarannya ini diketahui seperti salat berbahasa Indonesia, membuat kita sendiri yang diberi nama Al Furqan dan menamakan ajarannya Ajaran Selamat.

Tak sedikit jamaah yang diajarinya. Mulai dari dalam HST hingga luar kota seperti Balangan, Banjarbaru dan Kotabaru.

Tim Pakem kembali mengeluarkan surat bernomor B-2096/0.3.1/Dsp/10/2019 tertanggal 18 Oktober 2019 atas ajaran Nasruddin.

Polres HST lantas melakukan penyelidikan dan menggeledah kediaman Nasruddin di Kahakan tadi, Desember 2019.

Berbagai barang bukti diamankan polisi, di antaranya sajadah dan lembaran kertas yang disebut Nasruddin sebagai kitabnya, Al Furqan yang juga berbahasa Indonesia.

Menarik disimak dari hasil penyidikan Polisi, bentuk keyakinan Nasruddin itu secara tersirat dia mengaku telah diangkat menjadi utusan Allah setelah Nabi Muhammad.

Bahkan dia membaut kalimat syahadatain, yakni “Aku naik saksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku saksi bahwa Nasruddin utusan Allah” (bagi pengikutnya).

Bagi Nasruddin sendiri kalimat syahadatnya yakni, “Aku naik saksi tiada tuhan selain Allah dan aku naim saksi bahwa aku utusan Allah”

Kepada polisi, Nasruddin mengaku pengangkatannya itu kurang lebih 14 tahun lalu. Dia saat itu menerima suatu suara yang disebutnya sebagai Malaikat Jibril yang mendatangi kediamannya bersamaan suatu cahaya yang juga disebutnya Roh Kudus.

Serangkaian penyidikan dilakukan polisi. Termasuk memeriksakannya atau observasi jiwa di Poli Kejiwaan Kandangan HSS.

Selama 70 hari mendekam dibalik jeruji Mapolres HST, penyidik polis lalu melimpahkan (P-21) berkas perkaranya ke Kejari setempat, 11 Februari 2020.

Dia dikenakan Pasal 156 a KUHP. Ancaman pidana penjara selama 5 tahun.

Dalam persidangan di PN Barabai, saksi ahli Dokter Spesialis Kejiwaan, Sofyan Saragih mengungkap kondisi Nasuddin. Dia menyebut terdakwa mengalami gangguan jiwa berat jenis Waham Menetap. Namun bukan gangguan jiwa seperti yang dibayangkan.

Waham menetap, kata Saragih dikenal sebagai persistent delusional disorder. Gangguan mental yang jarang ditemukan dengan waham sebagai gejala utamanya.

“Secara memori dia bagus, normal, mampu berfikir jernih. Kecuali dalam hal keyakinan. Di luar itu dia normal,” kata Saragih saat sidang di PN Barabai, Kamis 9 April 2020.

Saragih mengungkapkan telah menghbiskan waktu 26 hari mengobservasi Nasruddin. Terhitung sejak penyidik polisi menyerahkannya per 9 Desember 2019- 4 Januari 2020.

Dia menggunakan 3 metode mengobservasi Nasruddin ini. Mulai pengawasan, wawancara hingga mengunjungi kediaman Nasruddin di Bandang (sekarang nama desanya, Kahakan).



Komentar
Banner
Banner