bakabar.com, JAKARTA - SETARA Institute mengecam keras tindakan penyeragaman seperti kebijakan kewajiban menggunakan jilbab yang dilakukan di sekolah negeri. Sebab, pemaksaan penggunaan simbol keagamaan tertentu termasuk bagian dari pelanggaran hak asasi warga negera dalam berekspresi dan berkeyakinan.
SETARA Institute mencatat sejumlah sekolah yang menerapkan kebijakan tersebut di antaranya seperti SMAN 1 Bantul, SMPN 46 Jakarta, SMPN 2 Turi. Akibat dari kebijakan tersebut, salah seorang siswi di SMAN 1 Banguntapan Bantul mengalami depresi dan trauma, karena dipaksa memakai jilbab oleh guru BK di sekolah tersebut. Meski sebelumnya ditetapkan sebagai sebuah aturan, yang kemudian direvisi menjadi anjuran.
"Sekolah tersebut sebelumnya mengeluarkan aturan wajib jilbab, yang kemudian direvisi menjadi anjuran, setelah pihak sekolah mendapat teguran dari Dinas Pendidikan setempat," kata Direktur Riset SETARA Institute, Halili Hasan dalam keterangan tertulis, Kamis (4/8).
Halili mengatakan sekolah negeri merupakan lembaga pendidikan formal yang dimiliki pemerintah yang diselenggarakan menggunakan APBN/APBD yang berasal dari masyarakat majemuk.
Oleh karena itu, sudah seharusnya sekolah negeri dapat menerapkan nilai-nilai kebinekaan yang sesuai dengan sasanti negara yakni Bineka Tunggal Ika. Agar hal tersebut dapat terlaksana, kata Halili, stakeholder di sekolah negeri seharusnya menjadi kunci bagi proses pendidikan, pembudayaan, dan pembangunan lingkungan sekolah yang inklusif.
"Fenomena pemaksaan jilbab di sekolah-sekolah negeri jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut," katanya.
Halili juga menduga, pemaksaan pemakaian jilbab di sekolah negeri dilakukan mulai dari unsur pimpinan sekolah, guru, maupun tenaga pendidikan di dalamnya. Hal tersebut dinilainya sebagai sebuah pelanggaran sekaligus penyelewengan kewenangan para aparatur di sekolah negeri milik negara. Terlebih peristiwa tersebut terjadi berulang kali.
Karena itu, SETARA Institute mendesak Mendikbudristek agar melakukan evaluasi secara komprehensif, serta menerapkan protokol standar kebinekaan di sekolah-sekolah negeri untuk mencegah sekaligus menangani kasus serupa. Salah satunya dengan mengoptimalkan peran dan fungsi Aparatur Pengawas Intern Pemerintah (APIP), otoritas pendidikan di daerah, dan pengawas sekolah, serta dengan melibatkan partisipasi masyarakat sipil.
"SETARA Institute juga mendesak keterlibatan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk melakukan agenda-agenda programatik di sekolah dalam bentuk, antara lain, reorientasi Pancasila dan kebinekaan bagi para stakeholders dengan prioritas lembaga-lembaga pendidikan milik pemerintah," katanya.
SETARA Institute juga ingin menyampaikan catatan kepada Mahkamah Agung. Putusan MA yang membatalkan SKB 3 Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
"Pada Mei tahun lalu, nyata-nyata memberikan efek buruk bagi agenda-agenda penguatan kebinekaan di sekolah-sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah," pungkasnya.