Hot Borneo

Lagi, Aktivis Lingkungan Desak Pemerintah Evaluasi Izin PT Adaro

apahabar.com, TANJUNG –  1 Oktober 2022, kontrak perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Tambang Batu Bara (PKP2B)…

Featured-Image
Pekerja beraktivitas di area pertambangan batu bara PT Adaro Indonesia, di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Selasa (17/10). Foto: Bisnis Indonesia

bakabar.com, TANJUNG – 1 Oktober 2022, kontrak perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Tambang Batu Bara (PKP2B) PT Adaro berakhir.

Tekanan dari sisi pasar dan masyarakat menguat, pemerintah diminta mengevaluasi perpanjangan izin raksasa tambang yang mencakup tiga kabupaten di Kalimantan Selatan maupun Kalimantan Tengah itu.

Standard Chartered, salah satu bank terbesar di Inggris telah menghentikan dukungan pendanaan ke PT Adaro Tbk, perusahaan batu bara terbesar kedua di Indonesia tersebut.

Standard Chartered mengonfirmasi hal tersebut melalui surat elektronik kepada Market Forces. Kebijakan keluar setelah meningkatnya tekanan publik dari para aktivis lingkungan perihal keterlibatan bank dengan Adaro.

Diketahui sejak tahun 2006, Standard Chartered telah menyediakan dana sebesar US$434 juta untuk grup Adaro. Pada April 2021, Standard Chartered mengambil bagian dalam sindikasi pinjaman US$400 juta untuk Adaro.

Padahal model Standard Chartered untuk menilai risiko transisi iklim menyebutkan jika semua komponen batu bara dinilai selaras dengan risiko 6 derajat pemanasan global.

“Seharusnya Standard Chartered memutuskan kebijakan penghentian pendanaan itu sejak dulu. Ini juga menjadi sinyal kepada pemberi pinjaman Adaro lainnya untuk mengakhiri semua pembiayaan Adaro,” sebut Nabilla Gunawan, juru kampanye Market Forces dalam acara temu virtual media, Kamis (14/7).

Ironi Pengangguran di Wilayah Tambang Batu Bara Balangan-Tabalong

Pemberi pinjaman lain seperti HSBC, SMBC, Mizuho, OCBC, dan CIMB, disebut memiliki kebijakan pengecualian batu bara tetapi masih membiayai Adaro. Jika kebijakan pengecualian batu bara tersebut benar, maka pemberi pinjaman ini mestinya segera berkomitmen untuk meninggalkan Adaro.

“Tanpa tindakan apa pun untuk menghentikan pinjaman Adaro, kebijakan ini hanya basa-basi," kata dia.

Sementara itu, kontrak PKP2B Adaro yang mencakup Kabupaten Balangan, Tabalong, hingga Barito Timur akan segera berakhir pada 1 Oktober mendatang.

Adaro disebut-sebut masih memiliki cadangan batu bara sebesar 1,1 miliar ton dan berencana akan menggali seluruh cadangan batu bara tersebut selama 20 tahun ke depan.

Jika seluruh cadangan batu bara Adaro ini dibakar untuk pemakaian pembangkit listrik, maka berpotensi menghasilkan emisi yang sama dengan emisi tahunan negara India.

Andri Prasetiyo, Peneliti dan Manajer Program Trend Asia mengemukakan dengan penguatan komitmen iklim dan gelombang percepatan transisi energi di banyak negara membawa konsekuensi di mana banyak bank yang mulai menarik diri dari pendanaan batu bara.

Sehingga saat ini, perusahaan pemegang PKP2B yang sedang dalam proses memperpanjang izin operasi mengalami banyak hambatan. Prosesnya diyakini tidak akan berjalan dengan mulus terutama akibat adanya tekanan dari sisi pasar dan masyarakat.

"Kondisi akan semakin sulit karena ke depan akan ada relasi yang timpang. Industri batu bara butuh dukungan dari lembaga finansial, tetapi lembaga finansial tidak lagi membutuhkan sektor ini karena pertimbangan resiko bisnis dan reputasi jika tetap mendanai sektor batu bara," ujarnya.

Pinjaman ke perusahaan batu bara melanggar komitmen penghapusan batu bara dari bank Adaro telah memproduksi 54 juta ton batu bara pada 2021 dan berencana untuk meningkatkan produksi batu baranya menjadi 60 juta ton pada 2022.

Adaro dinilai tidak memiliki rencana dengan metrik dan target yang jelas untuk mengurangi ketergantungannya terhadap batu bara. Itu berarti Adaro berada di jalur yang tidak sesuai dengan standar Net Zero Emisi 2050 oleh International Energy Agency (IEA) yang menyatakan tidak boleh ada tambang batu bara baru setelah tahun 2021.

Perwakilan Standard Chartered menegaskan bahwa berdasarkan Power Generation Position Statement maka, Standard Chartered tidak dapat lagi mendukung PT Adaro Indonesia Tbk. karena perusahaan 100% bergantung pada bisnis batu bara termal.

Kebijakan Standard Chartered juga menyatakan bahwa pada 2024, mereka hanya akan memberikan pinjaman kepada perusahaan batu bara yang memperoleh kurang dari 80% pendapatannya dari batu bara. Sedang Adaro memperoleh 96% pendapatan dari batu bara pada 2021 tanpa rencana pengurangan.

Risiko Transisi

Wonorejo Balangan Jadi Desa ‘Hantu’, Begini Nasib Warganya

Aset batu bara memiliki profil risiko tinggi. Risiko tersebut termasuk penurunan pasar batu bara dalam jangka menengah dan panjang.
Sebuah studi dari Australian National University (ANU) memprediksi ekspor batu bara China akan menyusut 49% pada 2025 dari kebijakan dekarbonisasinya. Sebesar 45% ekspor batu bara Indonesia dibeli oleh China pada 2021.

Industri batu bara saat ini dilaporkan sedang dalam fase panen keuntungan karena harga komoditas yang sedang tinggi akibat pengaruh dinamika geopolitik global.

Namun, nasib baik dan masa depan industri batu bara diprediksi tidak mampu bertahan lama. Transisi energi global akan mengakibatkan industri batu bara kehilangan pasar dan mengalami penurunan permintaan.

“Perusahaan mana pun yang tidak membangun rencana strategi bisnis untuk keluar dari komoditas batu bara akan tertinggal. Ada risiko besar sebab ini berarti hampir semua perusahaan batu bara Indonesia akan tertinggal," jelas Andri.

Direktur Eksekutif Asosiasi Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, pada Maret 2022 mengakui pembiayaan batu bara memang semakin langka dan perusahaan tambang harus lebih mengandalkan modal internal untuk membiayai proyeknya.

Reputasi Bank

Ada Desa ‘Hantu’ di Balangan, Walhi Minta KPK Turun Tangan

Adaro telah menjadi sasaran kritik oleh para aktivis karena rekam jejaknya lingkungan dan sosialnya yang dinilai buruk.

Perusahaan batu bara tersebut dinilai telah menggusur paksa warga Desa Wonorejo untuk ekspansi pertambangannya.

Desa Wonorejo terletak di Kabupaten Balangan dan dulunya merupakan rumah para transmigran dari Jawa. Investigasi Project Multatuli mengonfirmasi bahwa desa ini sekarang kosong dan telah berubah menjadi kolam pengendapan batu bara Adaro.

Praktik-praktik semacam itu dinilai berisiko mencemari kebijakan perlindungan dan keberlanjutan sosial dan lingkungan bank.

"Aktivitas tambang Adaro telah menggusur warga Wonorejo di daerah tersebut. Warga di sini biasa diintimidasi aparat keamanan jika tidak mau menjual tanahnya,” ujar Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel.

Fakta-fakta ini, kata Kisworo, seharusnya bisa mendorong pemerintah untuk mengaudit Adaro, mengevaluasi total praktik tambangnya, dan menuntut tanggung jawab lingkungannya.

“Kami mendorong semua pihak mengawal proses perpanjangan perizinan industri ekstraktif ini yang berdampak langsung ke masyarakat di tapak," tegasnya.

Lantas, apa kata Adaro soal ini? Media Relation Section Head, Kadarisman, saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya akan meneruskan konfirmasi yang dilakukan media ini ke Jakarta.

“Ini kami kirim ke Jakarta dulu, karena ini isu nasional dan site tidak memahaminya,” ujarnya singkat melalui pesan WhatsApp, Jumat (15/7) sore.

Komentar
Banner
Banner