bakabar.com, JAKARTA - Kubu Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri tak terima kliennya itu ditetapkan sebagai tersangka pemerasan dan gratifikasi. Mereka punya alasannya.
Terlebih, kuasa hukum Firli, Ian Iskandar mengklaim penyitaan dokumen valas milik kliennya itu juga tak bisa dijadikan barang bukti terkait kasus tersebut.
"Karena waktu perolehan valas tersebut sebelum adanya penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi Kementerian Pertanian pada tahun 2020 sampai dengan 2023," ujar Ian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (11/12).
Apalagi, Ian mengatakan dalam penetapan tersangka kliennya, alat buktinya tidak sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor: 21/PUU-XII/2014, yang pada pokoknya menyatakan alat bukti harus bersifat kuantitatif dan kualitatif.
Baca Juga: Firli Bahuri Dicecar soal Transaksi Valas dan Apartemen
Menurutnya, Polda Metro Jaya hanya memenuhi formil kuantitatif.
"Tidak ada satu pun alat bukti yang mampu membuktikan adanya actus rea maupun mens rea yang memenuhi unsur Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujarnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Firli Bahuri keberatan kliennya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan terhadap mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Baca Juga: Proses Praperadilan Ketua KPK Nonaktif Firli Dijatah Sepekan
"Pertama, kami keberatan terkait ditetapkannya pak Firli sebagai tersangka," ujar Ian.
Tak hanya itu, ia juga menambahkan pihaknya keberatan mengenai pada saat proses penyidikan terhadap kliennya tersebut.
Kata dia, pihak Kepolisian tidak memenuhi ketentuan seperti yang telah diatur dalam KUHAP dan Perkap Kapolri Nomor 6 Tahun 2019.