Polemik Impor KRL

KRL Bekas Jepang, Temuan BPKP: Biaya Impor Tidak Akurat

Rencana pemerintah untuk mengimpor gerbong kereta rel listrik (KRL) bekas dari Jepang resmi ditolak.

Featured-Image
Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Kemenko Marves Septian Hario Seto saat konferensi pers di kemenko marves, Kamis (6/4). (Foto: apahabar/Leni)

bakabar.com, JAKARTA - Rencana PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) untuk mengimpor gerbong kereta rel listrik (KRL) bekas dari Jepang resmi ditolak. Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto.

Berdasarkan temuan BPKP diketahui estimasi biaya impor oleh PT KCI yang akan dibayarkan kepada Japan Railway tidak akurat karena tidak berdasarkan survei harga.

"Sesuai hasil audit, saat ini tidak direkomendasikan untuk impor KRL. Dari hasil reviu sih sudah cukup jelas hasilnya dan kita akan mengacu kepada hasil reviu ini," ungkapnya saat konferensi pers di kantornya, bilangan Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (6/4).

Secara umum, terdapat empat hal yang menjadi pertimbangan utama dalam reviu tersebut. Pertama, rencana impor KRL bukan baru itu dinilai tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional.

Baca Juga: Polemik Impor KRL Bekas, Pemerintah: PT KCI Optimalkan Sarana yang Ada

"Hal itu berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 175 Tahun 2015 tentang standar spesifikasi teknis kereta kecepatan normal dengan penggerak sendiri," jelasnya.

Selanjutnya, Kementerian Perdagangan juga menolak permohonan dispensasi impor KRL. Sebab, pemerintah tengah fokus pada peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan substitusi impor melalui Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

"KRL bukan baru yang akan diimpor dari Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kebijakan dan pengaturan impor,” lanjutnya.

Kemudian, dari segi masalah teknis, BPKP tidak merekomendasikan impor KRL bekas karena menemukan beberapa unit sarana yang masih bisa dioptimalkan penggunaannya oleh PT KCI.

Baca Juga: BPKP Telah Selesai Kaji Rencana Impor Kereta Bekas dari Jepang

Saat ini, jumlah KRL yang beroperasi berjumlah 1.114 unit, belum termasuk 48 unit aktif tetap yang diberhentikan dari operasi dan 36 unit yang dikonservasi sementara. Secara keseluruhan untuk okupansi KRL tahun ini masih 62,75 persen. Bahkan pada 2024 diperkirakan mencapai 79 persen dan 2025 sebanyak 83 persen.

"Overload (kelebihan kapasitas) ini memang terjadi pada jam-jam peak hour (puncak). Namun secara keseluruhan untuk okupansi tahun 2023 adalah 62,75 persen. Pada 2024 diperkirakan masih 79 persen dan 2025 sebanyak 83 persen. Ini data dari BPKP,” terangnya.

Impor kereta bekas Jepang rencananya dilakukan untuk menggantikan beberapa armada commuter line yang harus pensiun. VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba beberapa waktu lalu menjelaskan hal itu.

Menurut Anne, yang mendesak adalah mengganti 10 rangkaian kereta yang pensiun tersebut. Kereta yang diimpor bukan untuk menambah kapasitas kereta yang dioperasikan KAI, namun hanya mengganti beberapa kereta yang pensiun saja, sehingga armada KCI tidak berkurang.

Baca Juga: Pemerintah Tidak Rekomendasikan Impor KRL Bekas dengan 4 Pertimbangan

"Ada yang butuh konservasi. Ini yang butuh support, supaya kereta eksisting tidak berkurang," ungkap Anne ketika ditemui di kantornya, Stasiun Juanda, Jakarta Pusat, Senin (27/2).

Anne pun membeberkan sejauh ini pihaknya sudah mengantongi izin dari Kementerian Perhubungan untuk melakukan impor kereta bekas dari Jepang. 

Editor
Komentar
Banner
Banner