bakabar.com, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengecam politik identitas yang hendak digaungkan Partai Ummat dalam perhelatan Pemilu 2024 mendatang.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari meminta Bawaslu menindak tegas partai politik peserta pemilu yang menggunakan politik identitas karena melanggar UU.
"Kalau ada seperti ini, saya rasa teman-teman Bawaslu bisa memberikan teguran atau peringatan melalui surat peringatan, bahwa yang begitu enggak boleh atau dilarang undang-undang," kata Asy'ari usai menghadiri Pelantikan Sekjen Bawaslu di Jakarta Pusat, Jumat (17/2).
Baca Juga: Partai Ummat Usung Politik Identitas, Bawaslu: Jangan Gunakan Masjid untuk Kampanye!
Ia juga menegaskan bahwa UU Pemilu sudah jelas melarang menggunakan SARA sebagai alat sosialisasi.
"Di UU Pemilu kan sudah jelas ada aturan menggunakan instrumental SARA kalau dalam bahasa undang-undang, atau politik identitas, sebagai sarana untuk menyosialisasikan diri atau mengampanyekan diri, itu kan dilarang UU," ujar Hasyim menegaskan.
Hal senada juga diungkap Ketua Bawaslu Rahmat Bagja yang melarang partai menggunakan politik identitas sebagai medium kampanye. Bahkan Bawaslu takkan segan untuk menindak Partai Ummat yang disebut akan menggencarkan politik identitas di Pemilu 2024.
Baca Juga: Kronologi Pelecehan Seksual Jurnalis bakabar.com di Rakernas Partai Ummat
"Jika ada yang menggunakan itu, maka (dia) akan berhadapan langsung dengan Badan Pengawas Pemilu," kata Bagja di Jakarta, Jumat (17/2).
Bagja menerangkan partai peserta pemilu agar tidak menggunakan politik identitas yang berujung SARA. Karena hal tersebut bisa memecah-belah dan membuat pesta demokrasi lima tahunan tersebut tidak kondusif.
"Apa yang akan terjadi dengan kerukunan kita ke depan kalau banyak orang yang melakukan kampanye melalui politisasi identitas, politisasi SARA, dan politisasi lain-lain," ungkap dia.
Baca Juga: Jurnalis bakabar.com Alami Pelecehan Seksual Saat Rakernas Partai Ummat
Ia juga melarang keras sosialisasi hingga kampanye digelar di tempat ibadah sehingga laju politik identitas dapat dihentikan.
"Jangan sampai nanti pada saat kampanye kita akan lihat tempat ibadah A capresnya A, tempat ibadah B capresnya B," pungkasnya.