bakabar.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita satu mobil Fortuner milik Gubernur Papua Lukas Enembe.
Usut punya usut, penyitaan tersebut masih berkaitan dengan kasus suap dan gratifikasi proyek infastruktur yang menjerat Enembe.
“Kemarin kami juga sudah menyita salah aatu aset milik tersangka yakni mobil Fortuner,” ujar Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (7/2).
Menurut Ali, aset yang disita KPK nantinya akan diserahkan ke negara dan menjadi aset negara.
Baca Juga: Skandal Lukas Enembe, KPK Bakal Cecar Belasan Saksi
“Aset tersebut nantinya akan diuji dalam persidangan, jika terbukti hasil suap maka akan kita serahkan kepada negara,” lanjut Ali.
KPK mengapresiasi semua elemen yang ikut membantu proses penyidikan terkait kasus Enembe.
Ia berterimaksih kepada Polda Papua yang sudah membantu dalam melakukan penyidikan dan keamanan.
“Terakhir kami juga mau menyampaikan apresiasi untuk semua pihak di dalam penyelesaian di perkara ini dari pihak keamanan,” tandas Ali.
Sekadar pengingat, Enembe ditetapkan sebagai tersangka atas aksi dugaan suap dan gratifikasi terkait pembangunan sejumlah infastruktur di Papua.
Baca Juga: Janjikan Lukas Enembe, Dewas KPK Didesak Panggil Firli Bahuri
Diduga, dana sebesar Rp10 miliar terkait pembangunan proyek tahun jamak itu mengalir ke kantong pribadi Enembe dari tersangka RL atau Rijatono Lakka.
RL sendiri adalah direktur PT Tabi Bangun Papua sebuah perusahaan kontraktor asal Papua. Uang tersebut diduga pelicin agar RL ke Enembe agar perusahaannya terpilih menjadi pemegang jalannya proyek infastruktur.
KPK telah memblokir rekening milik Enembe senilai Rp76,2 miliar. Sementara itu, tersangka RL sebagai pemberi suap telah dijerat Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Enembe selaku penerima suap dikenakan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.