bakabar.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Bos Kopi Kapal Api, Soedomo Mergonoto terkait aliran gratifikasi berupa mata uang asing yang diterima mantan Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah.
Soedomo telah menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (22/5) kemarin.
“Tim penyidik telah selesai memeriksa saksi Soedomo Mergonoto,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Selasa (23/5).
Baca Juga: KPK Periksa Bos Kopi Kapal Api terkait Korupsi Eks Bupati Sidoarjo
Ali mengatakan dari sejumlah rangkaian pemeriksaan, pihaknya mendalami sejumlah hal terutama soal dugaan aliran dana dalam mata uang asing ke Saiful Ilah.
“Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan aliran uang yang diterima tersangka SI dari beberapa pihak dalam bentuk mata uang asing,” kata Ali.
Namun demikian, Ali belum membeberkan secara gamblang perihal jumlah uang yang didapatkan Saiful. Hanya saja, Ali memastikan keterangan bos Kapal Api itu telah membuat terang perkara.
Baca Juga: KPK Periksa 3 Saksi Perkara Dugaan Gratifikasi Tersangka Bupati Sidoarjo
KPK kembali menetapkan Saiful sebagai tersangka dugaaan penerimaan gratifikasi. Padahal, Saiful diketahui baru saja bebas dari Lapas Kelas I Surabaya pada Januari 2022 lalu.
Saiful Ilah adalah mantan Bupati Sidoarjo dua periode yakni 2010-2015 dan 2016-2021.
Selama masa jabatannya tersebut, Saiful Ilah diduga banyak menerima pemberian gratifikasi dalam bentuk uang maupun barang yang nilainya mencapai Rp15 miliar.
Adapun gratifikasi yang diberikan secara langsung dalam bentuk uang tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing dolar AS dan beberapa pecahan mata uang asing lainnya.
Baca Juga: Bupati Sidoarjo Resmi Ditahan KPK, Buntut Kasus Gratifikasi Infrastruktur
Penyidik KPK juga masih menelusuri penerimaan lainnya dengan memanfaatkan data Laporan Hasil Analisa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan dengan teknik Akuntansi Forensik Direktorat Analisis dan Deteksi Korupsi KPK.
Tersangka Saiful Ilah dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.