bakabar.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku selaras dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatasi ruang gerak eks narapidana koruptor berlaga di Pemilu 2024.
Terlebih KPK dalam menangani korupsi politik selalu menyertakan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik.
“Karena harapannya, pelaku ataupun masyarakat menjadi jera atau takut untuk melakukan korupsi,” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Minggu (1/10).
Baca Juga: MA Jegal Caleg Eks Napi Koruptor Berlaga di Pemilu 2024
MA mengabulkan uji materi atas Pasal 11 Ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 Ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 yang membuka peluang eks terpidana kasus korupsi maju sebagai calon anggota legislatif (caleg).
MA memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mencabut dua ketentuan tersebut beserta pedoman pelaksanaan yang diterbitkan sebagai implikasi dua ketentuan itu.
Baca Juga: Bawaslu Minta Rakyat Telusuri Rekam Jejak Capres hingga Caleg
Ali menjelaskan dalam sejarah KPK terkait penanganan perkara, sering mengenakan tuntutan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik ke terdakwa jika terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi (TPK).
“Pidana tambahan pencabutan hak politik merupakan sanksi yang berakibat pada penghilangan hak politik kepada pelaku, yang bertujuan untuk membatasi partisipasi pelaku dalam proses politik, seperti hak memilih atau dipilih, sebagai konsekuensi dari tindak pidana yang dilakukan,” ujarnya.
Menurut dia, pencabutan hak politik juga memperlihatkan bahwa dalam tindak pidana korupsi yang pelaku lakukan, telah menyalahgunakan kepercayaan publik.
KPK menilai perlu memitigasi risiko serupa dalam pengambilan keputusan politik di masa mendatang oleh mantan narapidana korupsi.
“Namun, penerapan pidana tambahan pencabutan hak politik tetap harus dilakukan dengan berdasar pada prinsip keadilan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia,” pungkasnya.