bakabar.com, JAKARTA - Kasus suap sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan, masih bergulir. KPK mendalami potensi tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Pada prinsipnya ketika KPK menyelesaikan perkara apakah itu suap ataupun gratifikasi, pasti kami dari tim penyidik KPK mendalami lebih lanjut kepada dugaan TPPU," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dikutip, Senin (6/12).
Baca Juga: KPK Periksa Artis FTV Wa Ode Kartika dalam Kasus Suap MA Hasbi Hasan
Kata dia, fokus penegakan hukum tindak pidana korupsi tak hanya pemenjaraan. Tapi juga pengembalian aset.
"Kita tahu semua, bukan rahasia umum pemenjaraan banyak persoalan. Maka, kami fokus pada asset recovery atau bahasa teman-teman memiskinkan koruptor," lanjutnya.
Ali menuturkan bahwa KPK tak sembarangan dalam mengungkap sebuah kasus korupsi. Sejumlah alat bukti jadi alasan bisa tetapkan seseorang jadi tersangka.
"Pendalaman ke sana (TPPU) pasti akan dilakukan. Nanti kami ketika menemukan kecukupan alat bukti, ya pasti ditetapkan sebagai tersangka TPPU," kata Ali.
Sebelumnya, Hasbi Hasan didakwa menerima suap Rp11,2 miliar. Terkait dengan pengurusan perkara di MA.
Dakwaan itu dibacakan oleh Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (5/12) tadi.
Suap itu diterima Hasbi melalui seorang perantara. Bersama Dadan Tri Yudianto.
Berdasarkan dakwaan, Hasbi Hasan menerima suap dari debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (KSP ID) Heryanto Tanaka. Melalui tangan Dadan.
Suap diberikan Heryanto lantaran ingin agar Budiman Gandi Suparman dinyatakan bersalah. Dalam sidang kasasi perkara nomor: 326K/Pid/2022.
Sehingga perkara kepailitan KSP Intidana yang berproses di MA dapat diputus. Sesuai keinginan Heryanto.
Baca Juga: KPK Periksa Eks Komisaris PT Wika Beton Kasus Suap MA
Kasasi itu dilayangkan usai Budiman Gandi divonis bebas atas kasus pemalsuan surat yang diajukan Heryanto Tanaka. Perkara itu kemudian diputus oleh Pengadilan Negeri Semarang berdasarkan putusan nc 5/19 489/Pid.B/2021/PN Smg.
Terdakwa Dadan lantas menyanggupi untuk mengurus perkara tersebut. Dan meminta dana pengurusan Rp15 miliar.