bakabar.com, KOTABARU – Menginjak tahun kedelapan, hasil eksploitasi minyak dan gas bumi atau migas di Pulau Larilarian, Selat Makassar, belum juga dirasakan oleh masyarakat Kotabaru.
Pemerintah Kotabaru memastikan perjuangan meraih dana bagi hasil dan Participating interest (PI) 10 persen bakal terus berlanjut.
Wakil Bupati Kotabaru, Burhanudin menyebut DBH dari kegiatan migas Blok Sebuku belum bisa terealisasi hingga awal tahun depan.
“Januari 2020 ini akan diperjuangkan lagi. Kita bersama pihak terkait akan bertandang ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menanyakan kembali soal DBH yang sudah lama dinantikan ini,” ujar wabup, kepada bakabar.com, Jumat (27/12) malam di Kotabaru.
Pemkab Kotabaru, kata dia, sejauh ini masih menunggu balasan surat dari Kemenkeu RI yang dilayangkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat yang berisi penetapan daerah penghasil migas.
“Sebenarnya, soal DBH ini sudah hampir final. Kita tinggal menunggu surat dari Kemenkeu tentang penetapan daerah sebagai penghasil Migas. Nah, inilah yang akan dijadikan sebagai acuan untuk realisasi DBH itu. Makanya ini yang harus dikejar nanti,” pungkasnya.
Adanya aktifitas eksploitasi migas Blok Sebuku, di Pulau Larilarian, sempat menimbulkan polemik atau sengketa area. Kawasan ini ‘diperebutkan’ oleh Pemkab Kotabaru dengan Pemkab Majene, Sulbar.
Polemik ini kemudian mendapat atensi dan penyelesaiannya difasilitasi oleh Wakil Presiden RI kala itu, yakni Jusuf Kalla. Hasilnya, polemik atau sengketa tidak perlu dilanjutkan. Namun, penyelesaian secara politik, dan hasil migas harus dibagi melalui Participating Interes (PI).
Informasi dihimpun, kandungan minyak di Blok Sebuku akan habis pada 2023. Di sisa waktu yang ada, DBH dari blok tersebut dirasa masih potensial untuk menunjang pendapatan asli daerah atau PAD Kotabaru.
Burhanudin sendiri berharap pada pertengahan 2020 DBH sudah dapat diperoleh Kotabaru.
Sebagaimana diketahui, Blok Sebuku saat ini dikuasai oleh Mubadala Petroleum selaku operator, bersama Inpex. Mubadala, perusahaan minyak asal Abu Dhabi, Uni Emirat Arab itu mendapat kontrak kerja sama pengelolaan dari Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sejak 2013 lalu.
Mubadala Petroleum adalah perusahaan hulu minyak serta eksplorasi dan produksi gas internasional, yang didirikan pada Juni 2012. Mubadala Petroleum adalah anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh Mubadala Development Company.
Dilansir Antara, sebelumnya Pemerintah Provinsi Sulbar dan Kalsel, dua daerah yang berbatasan dengan Blok Sebuku sepakat untuk mendapatkan bagi hasil masing-masing 50 persen dari produksi gas di sana. Angka itu 10 persen dari total produksi yang dihasilkan.
Selain dua provinsi tadi, bagi hasil juga berlaku untuk Majene dan Kotabaru, dua kabupaten setempat. Sehingga terdapat empat pihak yang mendapatkan hak atas bagi hasil melalui PI, masing-masing 25 persen dari total 10 persen yang diberikan Mubadala.
Baca Juga: Sepanjang 2019, Harta Bos Facebook Terpantau Melonjak
Baca Juga: Menhub Tinjau Kesiapan KA Bandara Adi Soemarno
Reporter: Masduki
Editor: Fariz Fadhillah