Tak Berkategori

Konflik Manusia dan Bekantan di Kalsel Belum Mereda

apahabar.com, BANJARMASIN – Setahun terakhir, konflik antara manusia dengan bekantan rupanya belum mereda, bahkan cenderung meningkat….

Featured-Image
Bekantan. Foto-Borneo Channel

bakabar.com, BANJARMASIN – Setahun terakhir, konflik antara manusia dengan bekantan rupanya belum mereda, bahkan cenderung meningkat.

Sepanjang 2018, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) mendapati 13 kasus, konflik antara masyarakat dengan hewan bernama latin Nasalis larvatus itu terjadi.

Baca Juga:5.000 Ekor Bekantan Berada di Luar Kawasan Konservasi, BKSDA Dorong Ekosistem Esensial

Di Banua, konflik antar maskot Kota Banjarmasin itu dengan manusia tersebar di tujuh Kabupaten/kota, antara lain Kabupaten Barito Kuala (Batola) sebanyak 3 kasus, Hulu Sungai Tengah (HST) 1 kasus, Tanah Laut (Tala) 3 kasus, Hulu Sungai Utara (HSU) 3 kasus.

Kemudian, Banjarmasin 1 kasus, Tanah Bumbu (Tanbu) 1 kasus, yang terakhir di Balangan 1 kasus.

Alhasil, jika dibandingkan dengan 2017, yang mana hanya 9 kasus terjadi, konflik manusia dengan Si Bule Berhidung Panjang itu meningkat.

Dari 13 kasus selama 2018, terdapat seekor Bekantan tewas. Bekantan malang itu mati setelah dievakuasi di Kecamatan Babirik, Kabupaten HSU guna dimakamkan.

Menanggapi ini, Kepala BKSDA Kalsel Mahrus kepada bakabar.com berujar, jajarannya telah menyediakan call center di setiap Polres dan Polsek di seantero Kalsel.

“Khusus penanganan cepat konflik satwa. Dengan menghubungi nomor telepon 0812 4849 4950,” ujar dia, Senin (18/3).

Selanjutnya, sambung Mahrus, BKSDA Kalsel akan segera mengevakuasi ke kandang transit di Seksi Konservasi Wilayah (SKW) 2 Banjarbaru meliputi: Banjar, Banjarmasin, Banjarbaru dan Batola.

Setelah itu, diperiksa oleh dokter hewan serta ditindaklanjuti dengan dilakukan pemeliharaan.

“Apabila sehat langsung kita lepasliarkan ke Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Bakut atau di Suaka Margasatwa Kuala Lupak,” cetusnya.

Selain itu, saat ini juga sudah terbangun pulau Bekantan di Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam. Program itu dikelola oleh UPTD Tahura, di bawah Dinas Kehutanan.

Pemerintah hendak memboyong 20 ekor bekantan dari Kebun Binatang Surabaya, Jawa Timur, untuk mengisi pulau seluas 24 hektare itu. Di KBS, Bekantan tersebut terpaksa dipindahkan karena lokasi yang menjadi tempat berkembang biaknya telah melebihi kapasitas.

Untuk diketahui, di Surabaya, puluhan bekantan tersebut menempati lahan seluas satu hektare dengan jumlah total 53 ekor bekantan. Padahal, idealnya satu hektare hanya dihuni oleh empat ekor.

Untuk itu, BKSDA kini juga telah berkolaborasi dengan Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (YSBI) di Banjarmasin. Kerja sama tersebut dalam bentuk pemeliharaan sementara Bekantan sebelum dilepasliarkan.

Kembali ke konflik, Batola, menjadi kawasan terbanyak terjadinya konflik. Teranyar, awal tahun ini Dinas Kehutanan Kalsel telah mengevakuasi 35 ekor bekantan yang terjebak di permukiman warga di Marabahan. Kala itu, diwartakan Detik.com, puluhan ekor bekantan dalam kondisi yang memprihatinkan.

Sementara itu, Bekantan tercatat juga pernah masuk ke permukiman warga di Desa Lok Buntar, Kecamatan Haruyan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kamis Maret 2018 silam.

Hewan endemik Kalimantan ini mengejutkan warga. Warga setempat kemudian menangkap dan menyerahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel.

ANTARA melansir, rentetan kasus ini mengindikasikan jika habitat hewan tersebut di kawasan dataran rendah terancam. Akhirnya mulai terdesak ke daerah tinggi, menuju sekitaran lereng Pegunungan Meratus.

Melihat kondisi tersebut, Duta Bekantan Kalsel sekaligus Dosen Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Rizki Amelia mendorong daerah menyediakan 30 persen kawasan hijau khusus populasi bekantan atau Kawasan Ekosistem Esensial (KEE).

Baca Juga:Dishut Kalsel Segera Pulangkan 20 Ekor Bekantan dari KBS

Reporter: Muhammad Robby
Editor: Fariz Fadhillah

Komentar
Banner
Banner