Bisnis

Komitmen ASEAN+3 Kurangi Dolar, Core: Implementasinya Belum Seimbang

Center of Reform on Economics (CORE) mengungkapkan implementasi ASEAN+3 dalam mengurangi penggunaan dolar masih belum seimbang.

Featured-Image
Logo KTT ASEAN Summit 2023 di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (27/1/2023). Indonesia akan menjadi tuan rumah bagi perhelatan KTT ASEAN Summit 2023, pertemuan tersebut akan dilaksanakan pada bulan Mei mendatang di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, (NTT). Foto: ANTARA

bakabar.com, JAKARTA – Center of Reform on Economics (CORE) mengungkapkan implementasi ASEAN+3 dalam mengurangi penggunaan dolar menjadi langkah maju, meskipun belum seimbang.

Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal menjelaskan dalam perdagangan dengan mata uang lokal antar negara, penggunaan rupiah masih belum mendominasi.

“Contohnya perdagangan antara Thailand-Indonesia, nilai transaksi mata uang Baht masih lebih besar dibandingkan dengan Rupiah,” ujarnya kepada bakabar.com, Kamis (4/5).

Dalam Local Currency Settlement (LCS) antar kedua negara nilai perdagangan dengan Baht lebih besar daripada rupiah. Hal itu menjadi tugas pemerintah untuk melakukan peningkatan mata uang rupiah dalam transaksi dengan negara bersangkutan.

Baca Juga: Transaksi Bilateral, BI dan Bank of Korea Gunakan Mata Uang Lokal

Peningkatan nilai transaksi dalam rupiah seharusnya bisa meningkatkan daya saing dari mata uang tersebut, utamanya jika ingin mengurangi penggunaan dolar. Adapun mata uang dolar memiliki fleksibilitas karena bisa diterima dalam transaksi hampir di semua negara.

“Selain itu, dolar gap antara nilai jual dan belinya lebih kecil dibandingkan dengan yang lain. Sehingga biaya ongkos untuk nilai tukar mata uang itu tidak terlalu besar,” ungkapnya.

Hal itu yang mendorong importir dan eksportir lebih tertarik menggunakan dolar ketimbang mata uang lain. Untuk itu, fleksibiltas dan ongkos dari transaksi nilai tukar mata uang rupiah perlu ditingkatkan untuk mendorong penggunaannya.

“Karena ekspor impor tidak bisa dibatasi suatu negara tertentu, terutama bagi pelaku industri manufaktur seperti tekstil,” ungkap Faisal.

Baca Juga: Penguatan Indeks Dolar AS, Mata Uang Garuda Terus Melemah

Kendati begitu, komitmen pemerintah dalam membangun kerja sama dengan sejumlah negara untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar, menurut Faisal, patut diapresiasi.

Pasalnya, jika ekonomi suatu negara sangat bergantung pada dolar, maka ketika terjadi guncangan secara global, dipastikan negara tersebut ikut mengalami krisis atau gejolak.

“Memperkuat mata uang lokal dan mengurangi dominasi mata uang dolar menjadi hal bagus untuk mengurangi kerentanan dan memperkuat resiliensi perekonomian atas mata uang lokal secara lebih spesifik,” terangnya.

Sehingga untuk mencapai target tersebut, pemerintah harus menyelesaikan kekurangan yang saat ini masih dimiliki oleh mata uang rupiah.

Editor


Komentar
Banner
Banner