Tak Berkategori

Kolaborasi Tenaga Pendidik di Batola, Luncurkan Buku Bertema Pandemi

apahabar.com, MARABAHAN – Bukan cuma pengalaman, ide-ide pembelajaran dari rumah dituangkan sekelompok penggiat literasi di Barito…

Featured-Image
Edi Siswanto dan buku “Era Baru Pendidikan Barito Kuala, Refleksi dan Pemikiran Menghadapi Covid-19” yang baru diluncurkan. Foto-apahabar.com/Bastian Alkaf

bakabar.com, MARABAHAN – Bukan cuma pengalaman, ide-ide pembelajaran dari rumah dituangkan sekelompok penggiat literasi di Barito Kuala menjadi sebuah buku.

Terdapat 17 penulis yang menuangkan ide dan pengalaman dalam buku berjudul “Era Baru Pendidikan Barito Kuala, Refleksi dan Pemikiran Menghadapi Covid-19” tersebut.

Mereka terdiri dari guru SMA, SMP, SD, TK/Paud, guru konseling dan pengawas sekolah di Batola. Buku setebal 122 halaman itu juga memuat tulisan H Sumarji yang juga Kepala Dinas Pendidikan Batola.

“Penyusunan buku ini dilakukan selama pandemi, tepatnya mulai pertengahan Juli 2020. Sekitar 1,5 bulan, target minimal 100 halaman terpenuhi,” papar editor penyusunan buku, Edi Siswanto, Kamis (12/11).

“Alhamdulillah buku sudah resmi diluncurkan, Rabu (11/11), kendati sebenarnya kami berkeinginan peluncuran dilakukan bertepatan dengan Hari Jadi Batola,” sambung guru geografi SMAN Barambai ini.

Semula buku bertema persoalan umum yang berkaitan dengan penyebaran Covid-19 di Batola. Otomatis penulis yang dilibatkan pun berasal dari latar belakang berbeda, seperti tenaga pendidik dan kesehatan, hingga aparat keamanan.

“Namun menjelang penyusunan, tulisan yang terkumpul lebih banyak dari tenaga pendidik di Batola. Akhirnya tema pun berputar haluan menjadi seputar pendidikan selama pandemi,” jelas Edi.

Selain merekam sejarah pandemi melalui karya tulis, buku tersebut juga bermaksud meningkatkan semangat literasi (membaca dan menulis) di kalangan masyarakat Batola.

“Terlebih berdasarkan survei yang dilakukan Programme for International Student Assessment (PISA) 2019, Indonesia berada di peringkat 72 dari 77 negara dalam aspek literasi,” tegas Edi.

“Memang literasi sudah menjadi problem pendidikan nasional, mengingat pembelajaran cenderung difokuskan ke media pembelajaran. Padahal baca dan tulis merupakan dasar ilmuwan,” imbuhnya.

Buku yang diterbitkan Nizamia Learning Center ini memuat cukup banyak gagasan pembelajaran dari rumah. Tak sekadar di atas kertas, gagasan itu telah diterapkan.

Juga dimuat beberapa pengalaman tenaga pendidik selama belajar dari rumah. Seperti yang dituliskan Umi Agus Farida, pengajar SMPN 3 Satu Atap Barambai.

Umi memaparkan kesulitan menghadapi siswa yang memiliki ponsel Android, tapi tak mampu membeli kuota internet untuk pembelajaran daring.

Belakangan setelah pembelajaran diubah menjadi satu arah, guru yang keteteran lantaran harus membeli kuota lebih banyak dari biasanya.

Kemudian tulisan Rizali Anwar menjelaskan betapa tidak mudah mengubah pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran dari rumah.

Guru bimbingan konseling SMPN 4 Marabahan ini menemukan sejumlah persoalan. Di antaranya 31,1 persen siswa terkendala jaringan internet, kemudian 13,6 persen sulit memahami materi, dan 4,9 persen kehilangan semangat belajar.

Pengalaman Mastani pun tak kalah menarik, mengingat siswa yang dihadapi adalah Paud/TK. Akhirnya home visit singkat pun harus dilakukan dengan pertimbangan pembelajaran daring kurang maksimal.

Namun di atas sejumlah kepelikan, Radiyah Wati mendapat sisi positif di balik pembelajaran jarak jauh. Guru SDN Lepasan 2 ini menemukan fakta bahwa pandemi membuat komunikasi antara guru dengan orang tua siswa semakin intens.

“Kami berharap semangat literasi guru-guru di Batola semakin tumbuh. Pun metode pembelajaran dan pengalaman selama pandemi, bisa menjadi masukan untuk Dinas Pendidikan,” sahut Sumarji.

“Kedepan tidak cuma literasi yang berhubungan dengan pendidikan. Bisa saja bertema budaya, pariwisata, maupun hal-hal menarik lainnya di Batola,” tandasnya.

Komentar
Banner
Banner