bakabar.com, JAKARTA - Yayasan Madani Berkelanjutan memperkenalkan perhitungan Area Indikatif Terbakar (AIT) sebagai alat bantu penanggulangan karhutla di Indonesia. AIT memberikan gambaran pergerakan kebakaran dari bulan ke bulan yang relatif lebih dini (near real-time) sehingga bisa digunakan untuk mencegah perluasan karhutla.
Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Nadia Hadad menjelaskan, analisis AIT terkait karhutla 2023 sudah pasti akan lebih buruk daripada tahun 2022.
"Sampai Agustus 2023 saja, 262.000 hektare diindikasikan sudah atau sedang terbakar," jelas Nadia dalam keterangannya, Sabtu (26/7).
Dan 85% area tersebut terindikasi terbakar dalam dua bulan terakhir. Padahal, El-Nino belum mencapai puncaknya sampai dengan September.
Baca Juga: Dampak Karhutla, Ribuan Warga Banjarbaru Idap ISPA
"Analisis ini adalah alarm bagi para pemangku kepentingan untuk segera
bertindak mengendalikan kebakaran sebelum semakin meluas," tegasnya.
Dalam upaya penanggulangan karhutla, kata Nadia, kementerian, lembaga dan pemda wajib bersinergi sesuai dengan koridornya masing-masing. "Kami mencatat luas Area Indikatif Terbakar meningkat berkali-kali lipat di wilayah izin hutan tanaman, perkebunan sawit, dan konsesi minerba serta konsesi migas dalam dua bulan terakhir," jelasnya.
Hal ini perlu menjadi perhatian KLHK, Kementan, Kementerian ESDM, Kemendagri
dan para kepala daerah. "Sayangnya, Kementerian ESDM tidak termasuk lembaga yang dimandatkan dalam Inpres No. 3 Tahun 2020,” ujar Nadia.
Dia juga mengingatkan bahwa 2 dari 10 provinsi dengan AIT terluas, yaitu Aceh dan Papua, belum menetapkan status Siaga Darurat Karhutla. Langkah mitigasi lainnya adalah melakukan mitigasi bencana yang lebih holistik berbasis konservasi
ekosistem dan tata ruang.
Baca Juga: Lahan di HST Kalsel Kembali Terbakar, Total Karhutla Capai 15 Hektare
Perlu adanya kolaborasi multipihak dalam upaya melakukan mitigasi tersebut, sehingga kolaborasi tersebut dapat melahirkan penanganan kebencanaan yang berkelanjutan untuk memastikan kesejahteraan masyarakat.
"Penanganan yang efektif juga perlu menyesuaikan dengan kearifan lokal dan fungsi ekologis daerah," kata Nadia.
Senada, Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) periode 2017-2023 Gita Syahrani mengingatkan agar pemerintah daerah perlu melakukan proteksi lingkungan dan pengurangan risiko karhutla.
Salah satunya dengan memasukan agenda konservasi hutan dalam konteks ketangguhan bencana ke dalam dokumen perencanaan baik jangka panjang, menengah serta spesifik untuk pencegahan dan penanggulangan bencana.
Baca Juga: Kualitas Udara Banjarbaru Masuk Kategori Tidak Sehat Akibat Karhutla
Perencanaan dan penganggaran yang baik, kata Gita, menjadi bekal untuk bersinergi antar dinas dan pemangku kepentingan agar memiliki ketahanan dalam beradaptasi pada iklim ekstrem seperti saat ini, yaitu kemarau panjang yang disertai fenomena El Nino.
"Seluruh perencanaan jangka panjang nasional dan daerah Indonesia akan habis di tahun 2025 nanti, sehingga penting sekali untuk memastikan di tahun ini bahwa rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2025-2045 yang prosesnya dimulai sejak tahun ini sudah memuat perspektif perlindungan ekosistem penting di masing-masing daerah, termasuk hutan dan gambut, untuk meningkatkan ketangguhan bencana," terang Gita.
Dokumen perencanaan juga perlu mengarahkan proyek prioritas nasional dan
daerah agar mendukung masyarakat dalam pengembangan model ekonomi dan usaha yang membantu peningkatan ketangguhan bencana.
"Misalnya lewat pembentukan kelompok masyarakat peduli api, upaya patroli wilayah oleh desa dan pengolahan komoditas ramah hutan dan gambut untuk mempertahankan kondisi biofisik,” tandasnya.