Hot Borneo

Kejanggalan SK UIP PT PCN Mencuat di Sidang Pemeriksaan Mardani Maming! 

Terdapat fakta menarik saat pemeriksaan terdakwa mantan Bupati Tanbu, Mardani H Maming (MHM) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Banjarmasin.

Featured-Image
Perbedaan terlihat dari catatan kaki di setiap lembaran SK tersebut. Dimana Mardani menemukan ada lembaran yang memiliki catatan kaki, dan sebagian lagi tidak.

bakabar.com, BANJARMASIN - Terdapat fakta menarik saat pemeriksaan terdakwa mantan Bupati Tanbu, Mardani H Maming (MHM) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Banjarmasin, Jumat (23/12) kemarin.

Ditemukan kejanggalan pada barang bukti SK Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) Batu Bara PT BKPL kepada PT PCN Nomor 296 Tahun 2011.

Kejanggalan ditemukan Mardani ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budhi Sarumpaet memperlihatkan SK per 1 Juni itu di persidangan.

"Ada yang berbeda dengan SK ini," ucap Mardani yang mengikuti persidangan secara virtual dari gedung KPK Jakarta.

Perbedaan yang dimaksud Mardani terkait catatan kaki di setiap lembaran SK tersebut.

Di mana, ia menemukan ada lembaran yang memiliki catatan kaki dan sebagian lagi tidak.

"IUP yang diperlihatkan sama saya ini tampak depannya itu tak ada garis bawahnya (catatan kaki) yang menyatakan peralihan IUP ini. Di lembaran kedua juga tidak ada. Baru ada di lembar ketiga," katanya.

Ia tentu mengenal betul SK IUP Pertambangan. Mafhum, ia sempat menjabat dua periode sebagai Bupati Tanbu.

Ia lantas menaruh curiga jika SK yang didapat dari mantan kabag hukum, Muhammad Mukhlis itu bodong alias abal-abal. Sehingga ia meminta agar diperlihatkan SK fisik yang asli. 

"Saya kurang yakin dengan produk IUP ini. Kalau bisa dihadirkan yang aslinya Yang Mulia," pinta Mardani kepada hakim ketua Heru Kuntjoro. 

Ia juga membantah telah sengaja membuat tanggal mundur SK pelimpahan IUP OP seperti yang didakwakan Jaksa KPK.

Selain SK per 1 Juni, Jaksa KPK juga memiliki bukti SK Nomor 296 per 16 Mei yang didapat dari PT PCN. Mardani mulai meyakini jika SK per 16 Mei itulah yang sesungguhnya. 

Dengan munculnya SK 1 Juni, maka membuat SK 16 Mei seolah-olah dibuat menjadi tanggal mundur.

"Ini yang menjadi keberatan saya. Karena di situ dibikin seakan-akan saya mem-backdate (tanggal mundur) surat penandatanganan IUP itu. Padahal rekomendasinya di sana versi dari pengusahanya (PT PCN) sesuai yang saya tandatangani tanggal 16 Mei di situ adalah tanggal 15 Mei, bukan Juni. Versi dari pemerintah (kabag hukum) arsipnya dibikin 1 Juni, itu depannya saja yang diganti tapi belakangnya tidak," ungkap Mardani. 

Sepengetahuan Mardani, saat kasus ini ditangani KPK, Muhammad Mukhlis tidak lagi menjabat kabag hukum, melainkan sebagai Sekretaris DPRD Tanbu.

Atas kejanggalan itu, kuasa hukum Mardani, Habib Abdul Qodir meminta majelis hakim untuk mengesampingkan bukti tersebut. 

Bahkan jika perlu, tegas Habib, dilakukan pengecekan melalui laboratorium forensik untuk melihat kebenarannya.

"Mohon izin Yang Mulia dengan segala hormat agar keberatan kami terhadap dokumen di lembaran tadi, terdapat indikasi tidak benar atau bisa kemungkinan palsu."

"Kami berharap dapat dipertimbangkan atau dicatat dalam sidang ini. Apakah dikesampingkan atau dilakukan pemeriksaan lebih lanjut misalnya lab atau sebagainya. Kami mohon hal ini dipertimbangkan," pintanya.  

Usai persidangan, Habib berjanji akan mendalami kejanggalan pada alat bukti tersebut. 

Semestinya, kata Habib, fakta itu sudah cukup membuat ragu keabsahan dari SK tersebut.

"Kami benar-benar ragu. Kalau ada dua versi SK dengan kejanggalannya tadi dan dimasukkan sebagai barang bukti, bagaimana nilai pembuktiannya. Mestinya tidak memiliki nilai pembuktian," jelas Habib. 

Sementara itu, Budhi Sarumpaet menegaskan, SK tersebut sudah sesuai dengan keterangan saksi-saksi.

"Menurut kami barang bukti itu bersesuaian keterangan saksi. Rekomendasi awalnya di Juni, kemudian diubah ke Mei, makanya disesuaikan," tegasnya. 

Pihaknya akan membagikan analisa di surat tuntutan sebagai tanggapan atas adanya kejanggalan tersebut.

"Nanti akan kami analisa di surat tuntutan. Kami akan analisa terkait keputusan itu kenapa ada Juni kenapa berubah menjadi Mei," jelasnya.

Lantas, bagaimana dengan adanya pernyataan Penasihat Hukum Mardani yang meminta agar SK diuji di laboratorium forensik. 

"Saya pikir itu beda ranah. Nanti kita buktikan dulu, kalau memang hakim sependapat dengan keterangan saksi-saksi berarti sudah benar," bebernya.

"Mengenai permintaan terdakwa semua tentu dicatat oleh hakim, itulah gunanya panitera pengganti yang ada di belakang," pungkasnya.

Diketahui, sidang lanjutan akan digelar kembali pada 9 Januari 2023 dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut KPK.

Editor


Komentar
Banner
Banner