bakabar.com, JAKARTA - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Mukhammad Faisol Amir mengatakan Indonesia butuh gerakan baru untuk mendukung target penurunan emisi.
Sebab, kebijakan pertanian Indonesia saat ini belum mendukung keberlanjutan dan daya dukung lingkungan bagi manusia.
"Kebijakan pertanian yang ada masih belum mendukung target penurunan emisi. Misalnya, Program Food Estate yang dikembangkan di kawasan hutan dan lahan gambut yang memperburuk krisis iklim," katanya dalam pernyataan tertulis, Sabtu (14/1).
Kebijakan itu menyebabkan hilangnya 427,2 ton karbon per hektar lahan gambut yang dikonversi. Padahal anggaran untuk program Food Estate sendiri memakan biaya yang sangat besar. Angka itu, tidak sebanding dengan dampaknya terhadap lingkungan dan yang dirasakan oleh masyarakat.
"Jika mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pertanian dan lingkungan, dapat dialihkan untuk program pertanian yang lebih berkelanjutan," imbuhnya.
Kontribusi emisi sektor industri pertanian, kehutanan dan perikanan Indonesia sebesar 1,29 juta ton setara karbon dioksida (Mt CO2eq). Indonesia menghadapi tantangan berat dalam mencapai target netral karbonnya.
"Strategi nol emisi karbon pemerintah perlu fokus pada beberapa hal, seperti meningkatkan produktivitas dan intensitas tanaman, pertanian terpadu, serta mengurangi kehilangan dan pemborosan pangan," ungkapnya.
Kebijakan pertanian juga perlu diarahkan untuk menghasilkan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa merusak lingkungan dan memperburuk perubahan iklim.
"Target nol emisi karbon menunjukkan urgensi adopsi pertanian berkelanjutan secara luas. Memungkinkan sektor pertanian menjadi lebih tangguh sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani dalam jangka panjang," jelasnya.
Sebagai informasi, pemerintah mengeluarkan komitmen pertamanya untuk pengurangan emisi karbon dalam dokumen kontribusi yang ditetapkan secara nasional atau National Determined Contribution (NDC) pada 2016 dan memperbaruinya pada bulan September 2022.
NDC terbaru menetapkan target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sektor pertanian masing-masing sebesar 10 Mt CO2eq dan 12 Mt CO2eq untuk skenario mitigasi tanpa syarat dan skenario mitigasi bersyarat.
Dengan harapan dapat mengurangi emisinya, Indonesia bertekad untuk menurunkannya sebesar 31,89% dengan upaya sendiri dan 43,20% dengan bantuan internasional pada 2030.