bakabar.com, BANJARBARU – Pendulangan tradisional intan dan emas di Kecamatan Cempaka, Banjarbaru diusulkan menjadi wilayah pertambangan rakyat.
Seiring hal tersebut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Pemprov Kalsel) tengah menyusun legalitas atau izin pertambangan di kawasan pendulangan tradisional yang tersohor di Banua itu.
Kepada bakabar.com, Kepala Dinas ESDM Kalsel Isharyanto membenarkan hal itu. Kata dia, usulan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sudah dimasukan ke Kementerian ESDM RI di Jakarta, baru-baru ini.
Baca Juga:Polisi Imbau Pelajar Jauhi Narkoba
“Pengajuannya sudah kami lakukan baru-baru tadi ke Kementerian ESDM RI di Jakarta. Kami masih nunggu. Karena masih berproses di sana. Kami belum tahu hasilnya seperti apa,” ungkapnya, Sabtu 2 Februari 2019.
Kabid Minerba ESDM Kalsel Gunawan menambahkan pengajuan WPR sebagai jalan solusi, terkait keberadaan penambang tradisional di sana. Sekalipun berusia puluhan tahun, dia mengakui kawasan tersebut perlu memiliki legalitas selama dioperasikan secara tradisional oleh masyarakat setempat.
“Selama ini berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banjarbaru pendulangan intan ini masuk dalam ranah pariwisata. Kita lihat lagi potensinya seperti apa nanti,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, jika nantinya pertambangan tradisional di Cempaka menjadi WPR, Dinas ESDM Provinsi bisa melakukan pembinaan sekaligus pengawasan.
“Saat ini bisa kami hanya bisa mengimbau dan memberi masukan saja. Baik kepada Camat dan masyarakat sebagai pekerja pendulangan intan,” ujar Gunawan.
“Nanti jika statusnya sudah WPR, pembinaannya akan kami buat. Mulai dari sisi perizinan, sisi lingkungan, sampai termasuk keselamatan para penambangannya.”
Baca Juga:Ketika Mendulang Intan Berbuah Duka di Desa Pumpung
Jika WPR ini nanti benar terealisasi, maka izinnya akan berupa Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Di mana, para kelompok penambang tradisional diwajibkan mengurusi izin itu. Disebutkan, umumnya pendulang biasanya bekerja dalam kelompok terdiri dari dari 10 sampai 15 orang.
“Izinnya nanti kelompok penambang. Tapi yang utama warga di sana yang sudah melakukan penambangan selama 10 sampai 15 tahun. Tapi dengan alatnya yang sederhana dan tradisional. Tidak boleh orang atau kelompok luar warga Kecamatan Cempaka masuk ke pertambangan WPR ini,” tegasnya.
Pihaknya tak memungkiri, aktivitas pendulangan tradisional intan dan emas di sana memiliki sejarah yang panjang yang dikelola oleh masyarakat asli Cempaka. Sebagai mata pencaharian sekaligus usaha sampingan sebagain besar masyarakat Cempaka.
Aktivitas pertambangan tradisional sudah berlangsung puluhan tahun. Bahkan, intan terbesar pernah ditemukan di sana. Sejarah mencatat, 26 Agustus 1965 pernah ditemukan Intan terbesar yang pernah ditemukan. Beratnya mencapai 166,75 karat, yang diberi nama intan Trisakti.
Lokasi yang paling banyak adalah pendulangan di Desa Pumpung dan Ujung Murung di Kelurahan Sungai Tiung di Kecamatan Cempaka. Lokasinya hanya berjarak sekitar 47 km dari Banjarmasin, atau sekitar 7 km dari pusat kota Banjarbaru. Lokasi favorit yang menjadi tempat mendulang bisa mencapai kedalaman 15 meter.
Meski pun demikian, nyawa demi nyawa para pendulang terus melayang. Seiring tidak adanya regulasi dari pemerintah daerah yang mengatur dan mengawasi pengoperasian tambang tersebut.
Dari catatan bakabar.com, kejadian terakhir terjadi pada 21 Januari 2019 lalu. Satu orang pendulang bernama Muhammad Tauhid (32) tewas. Warga asli Cempaka ini meninggalkan seorang istri dan dua anak setelah tertimbun longsoran material tanah bercampur pasir.
Menariknya, menurut Wikipedia, masyarakat setempat memiliki kepercayaan lokal dalam mendulang intan di Cempaka, yaitu tabu bagi mereka menyebutkan kata “intan” atau “berlian”. Penyebutan kata intan atau berlian dipercaya akan mendorong batu mulia pergi. Oleh karenanya, mereka menyebutnya dengan sebutan “galuh”.
Baca Juga:RSUD Hasan Basry Kandangan Menuju Tipe B Pendidikan
Penulis: Zepi Al Ayubi
Editor: Fariz Fadhillah