kekerasan seksual

Kasus Kekerasan Seksual di Kalimantan Tengah Cenderung Diselesaikan secara Adat

Penanganan kasus Kekerasan Seksual (KS) di Kalimantan Tengah masih berdasarkan hukum adat, dan kerap menyudutkan korban.

Featured-Image
Kasus Kekerasan Seksual di Kalimantan Tengah Cenderung dilakukan secara Hukum Adat. Foto: Getty Images

bakabar.com, JAKARTA - Penanganan kasus Kekerasan Seksual (KS) di Kalimantan Tengah masih berdasarkan hukum adat, dan kerap menyudutkan korban.

Dalam rangka Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Jaringan Masyarakat Sipil melakukan konferensi pers secara daring, Senin (27/11). Di kegiatan ini turut hadir aktivis dari seluruh Indonesia, termasuk dari Kalimantan Tengah.

Dalam kesempatan tersebut, Irene Natalia selaku perwakilan Solidaritas Peremuan Mamut Menteng, Kalimantan Tengah, menerangkan bahwa penanganan kasus KS di Kalimantan masih banyak dilakukan dalam hukum adat.

"Sayangnya, dalam penyelesaian adat tersebut justru membuat pemulihan para korban tidak maksimal dan komprehensif," tutur Irene.

Baca Juga: Jika Sekitarmu Ada Korban Kekerasan Seksual, Wajib Dampingi Tanpa Menghakimi

Lebih lanjut, Irene menerangkan dalam pelaporan yang dilakukan pun kerap ditemukan bias gender dan menyudutkan para korban saat melapotkan kasus tersebut.

"Implementasinya, terkadang korban justru diberikan pertanyaan yang membuat mereka tidak nyaman saat menceritakan kasusnya," ujarnya menambahkan.

Tak jarang juga, seorang pendamping yang membantu korban kekerasan seksual  justru mendapatkan intimidasi dan dibuat tidak nyaman dari pihak pelaku.

"Seperti di tahun 2018 saat kita mendampingi korban, keluarga besar dari pelaku merasa tidak terima dan mengintimidasi mereka, akhirnya kita menggandeng media untuk berjalannya kasus ini," ucapnya.

Keterbatasan Akomodasi untuk Menjangkau Korban

Ilustrasi Stop Kekerasan pada Perempuan - apahabar
Ilustrasi Stop Kekerasan pada Perempuan. Foto: Freepik

Kalimantan adalah suatu pulau yang sangat besar, maka dalam menjangkau para korban KS kerap terhambat dalam mengakses keadilan yang cukup.

Menurut Irene, hal tersebut menjadi salah satu alasan para korban enggan melaporkan dan memilih menyelesaikan secara adat. Tak hanya itu, kurangnya lembaga yang memayungi pra korban KS dalam menghadapi kasusnya.

Baca Juga: LPSK Nyatakan Indonesia Darurat Kekerasan Seksual!

Dengan begitu, Irene mewakili suara dari Kalimantan Tengah berharap, kedepannya para penegak hukum serta masyarakat lain memiliki satu perspektif yang sama untuk membantu dan kesadaran keberpihakan pada korban sangatlah penting.

"Kami berharap kita bisa mendorong supaya hukum adat dan pidana bisa bersinergi dalam mengatasi kasus kekerasan seksual ini," tutupnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner