Tragedi Km 171

Jatam Endus Bau Amis Konspirasi Jahat di Tragedi KM 171

Jatam mencurigai adanya persengkokolan yang mengakibatkan penyelesaian tragedi KM 171 Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan yang berlarut-larut

Featured-Image
Suasana lokasi jalan longsor di KM 171 yang diduga ada praktik persekongkolan jahat. Foto via Project M

bakabar.com, JAKARTA – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencurigai adanya persengkokolan yang mengakibatkan penyelesaian tragedi KM 171 Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan yang berlarut-larut.

Pasalnya, Jatam mengendus bau amis konspirasi jahat antara pemerintah, perusahaan dan aparat yang membuat penyelesaian jalan nasional KM 171 tak kunjung selesai.

Terlebih lagi ketika masyarakat yang vokal dalam penanganan kasus ini mendapat intimidasi dari preman atau ormas.

“Intimidasi semacam ini adalah pola lama untuk menakut-nakuti agar kepentingan perusahaan tidak diganggu,” kata Koordinator Jatam Melky Nahar kepada bakabar.com, Rabu (4/10).

Baca Juga: DPR Desak Penambang Ilegal di Km 171 Satui Tanbu Dipolisikan!

Seharusnya aparat harus jadi garda terdepan dalam penegakan hukum, terutama menghentikan praktik intimidasi yang diterima masyarakat.

Alih-alih mendapat perlindungan, aparat justru terindikasi terlibat dalam akses kepentingan yang rumit ini. Oleh karena itu, pilihan yang dapat diambil sekarang adalah melibatkan pemerintah pusat, lembaga independent seperti Komnas HAM.  

“Kalau terus dibiarkan, maka ruang hidup masyarakat akan terus dihancurkan dan fasilitas publiknya dirusak serta diselimuti ancaman kekerasan verbal dan non-verbal,” jelasnya.

Jika aparat pada suatu daerah independent, kata Melky, seharusnya ada semacam proses penegakan hukum ketika aksi teror terjadi.

Baca Juga: Tragedi Km 171 Tanah Bumbu Dihantui Bahaya Laten Teror!

“Kalau ini sudah terjadi berarti kita tidak punya harapan optimistis untuk bisa menyelesaikan persoalan ini,” ujarnya.

Persekongkolan jahat pada kasus KM 171 Tanah Bumbu bisa terlihat ketika pemerintah lebih mementingkan perusahaan dibanding warganya.

Keistimewaan yang diberikan pemerintah kepada PT Arutmin Indonesia, adalah tanda pemerintah sudah bertekuk-lutut dan terpaksa mengalah dengan membiarkan masyarakat melintasi jalan alternatif yang buruk dan rawan kecelakaan.

“Kalau pemerintah benar-benar berdaulat, minimal tambang itu yang disingkirkan atau dalam arti diminta bertanggung jawab secara penuh,” ujarnya.

Kasus ini jadi semakin runyam ketika aparat dan pemerintah tampil sebagai pembela perusahaan tambang ketimbang kepentingan rakyat banyak dan kelestarian lingkungan sehingga kasus ini tidak mungkin cepat selesai.

Editor
Komentar
Banner
Banner