Tak Berkategori

Janggalnya Penangkapan Kasus Kurir 1 Ons Sabu Banjarbaru

apahabar.com, BANJARMASIN – Sederet kejanggalan mengemuka dalam kasus penangkapan JN (34), seorang terduga kurir 1 ons…

Featured-Image
Ilustrasi penangkapan. Foto: Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – Sederet kejanggalan mengemuka dalam kasus penangkapan JN (34), seorang terduga kurir 1 ons sabu di Banjarbaru. Penangkapan yang dilakukan BNN Kalsel dinilai cacat prosedur.

Mendekam di balik jeruji besi sejak Agustus, sidang keempat kasus JN kembali digelar Pengadilan Negeri Banjarmasin, Senin (20/12).

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Heru Kuntjoro itu sejumlah kejanggalan penangkapan JN mengemuka. Sidang beragendakan pemberian keterangan oleh saksi.

Kuasa hukum terdakwa JN, Dewa menghadirkan dua saksi. Pertama mertua JN. Dan kedua adalah saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Ahmad Syaufi.

Belakangan, kesaksian mertua JN ditolak oleh Jaksa Penuntut Umum karena adanya hubungan keluarga.

Selepas sidang, Dewa mengungkapkan ada sejumlah kejanggalan dari awal proses penyidikan hingga kasus tersebut dilimpahkan ke kejaksaan.

“Saya mempertanyakan keabsahan berita acara pemeriksaan (BAP), yang mana adanya perbedaan di dalam surat perintah penyidikan (sprindik) dengan laporan kasus narkotika (LKN),” katanya.

Kejanggalan lainnya, sewaktu JN diperiksa oleh polisi, ia rupanya tidak sekalipun didampingi oleh kuasa hukum.

Namun faktanya, di BAP, JN tertulis sudah didampingi oleh kuasa hukum dari lembaga kajian bantuan hukum (LKBH).

“Tapi di BAP itu, kuasa hukum yang mendampingi bukan advokat, tapi seorang aparatur sipil negara (ASN),” katanya.

“Hal itu yang kami pertanyakan, apakah itu sah?” imbuhnya.

Kejanggalan lain, anggota dari BNN Kalsel menggunakan teknik undercover buy saat menangkap JN. Namun di persidangan tidak sama sekali disampaikan.

“Dalam persidangan diketahui tidak ada transaksi antara klien kami dengan anggota yang menangkap,” katanya.

Dari beberapa kejanggalan itu lantas ia mempertanyakan apakah terdakwa ini benar pelaku atau bukan.

“Jangan sampai aparat malah mengorbankan orang kecil demi melindungi yang besar,” lanjutnya.

Saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Ahmad Syaufi menguatkan asumsi kuasa hukum JN.

Pertama, kata dia, penyidik dari BNN Kalsel tidak hati-hati dalam membuat surat perintah penyidikan (sprindik).

“Sprindik yang digunakan dalam kasus ini menggunakan dasar laporan pelaku yang lain. Ini sangat fatal,” ujarnya.

“Karena ketika sprindik tidak memakai dasar yang jelas, maka akan berdampak kesah atau tidaknya tindakan yang dilakukan oleh penyidik,” katanya.

Kedua, Syaufi bilang dugaan kejanggalan itu terkait pendampingan di saat BAP dilakukan oleh orang yang tidak berkompeten.

“Si terdakwa mestinya didampingi oleh advokat, bukan malah dosen ASN,” ujarnya.

“Sehingga proses pemeriksaan tidak sesuai dengan aturan yang ada di Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” katanya.

Ketiga, adanya perbedaan kesaksian antara anggota BNN Kalsel yang melakukan penangkapan.

“Ada anggota yang bilang itu undercover buy, dan ada yang bilang tidak. Artinya dari yang menangkap tidak berkesesuaian pengakuannya,” katanya.

Memang anggota BNN dibolehkan untuk melakukan undercover buy alias penyamaran, tapi hal tersebut tidak tertulis dalam berkas surat perintah penyidikan.

Menurutnya, jika dalam proses penyidikan itu menginput hal yang salah, maka hasilnya tentu saja juga salah.

“Dan tidak bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Jaksa Penuntut Umum, Bony Adi mengakui jika ada kesalahan yang dilakukan penyidik dalam penulisan berkas.

Sejauh ini JN terancam hukuman sesuai Pasal 114 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Pengakuan Istri

img

KL (24) masih tak menyangka jika suaminya berniat mengedarkan sabu.

Semua berawal ketika suaminya itu berniat untuk meminjam uang kepada teman lamanya berinisial TN.

TN sendiri merupakan teman kecil JN sewaktu masih sama-sama di Jakarta.

Kepada TN, JN ingin meminjam uang senilai Rp10 juta. Untuk menambah modal usaha, TN lantas mengiyakan. Asal, JN mau menerima paket yang dikirimnya.

“Tapi suami saya tidak tahu paket apa yang akan dikirim. Tidak berprasangka buruk juga,” kata KM lirih.

Singkat cerita, pada Senin (2/8) JN mendapat telepon dari TN. Katanya paket sudah dikirimkan melalui Kantor Pos dan sudah tiba di Banjarbaru.

Selanjutnya pada Selasa (3/8) JN lantas berniat untuk mengambil paket tersebut ke Kantor Pos terdekat.

Di Kantor Pos, JN diberitahukan oleh petugas jika paket tersebut sudah dibawa oleh seseorang.

Setelah itu, JN yang saat itu bersama KL kemudian hendak pulang ke rumah mereka. Tapi di perjalanan ia kembali ditelepon oleh seseorang.

“Disuruh mengambil paket di Alfamart Intansari Banjarbaru,” kata KL.

JN kemudian pergi sendirian untuk mengambil paket di lokasi yang sudah ditentukan.

Setibanya di lokasi, JN diminta menandatangani tanda terima paket tersebut.

Sejurus itu, JN langsung disekap oleh orang yang membawa paket tadi. Dia dimasukkan dalam mobil. Dari pengakuannya, ia juga dipukuli.

“Di dalam mobil itu, suami saya dipaksa mengakui jika barang itu miliknya,” katanya.

“Andai suami saya tahu itu barang adalah sabu, tidak mungkin dia mau ngambil,” tambahnya.

Dengan beberapa dugaan kejanggalan itu, KL lantas berharap keadilan bagi suaminya.

“Dia hanya korban, suami saya tidak bersalah,” katanya.

Terlepas itu, TN teman JN yang mengirim paket tersebut saat ini rupanya sedang menjalani hukuman di Lapas Medan.

Komentar
Banner
Banner