Histori

Jalan Panjang Stadion GBK: Antara Konser dan Sepak Bola

Jak Mania tak kuasa menahan kecewa lantaran pertandingan tim kesayangannya, Persija, mesti ditunda. Sebabnya, BLACKPINK bakal lebih dulu manggung di Stadion GBK

Featured-Image
Stadion GBK (Foto: Youtube)

bakabar.com, JAKARTA - Jak Mania agaknya tak kuasa menahan kecewa lantaran pertandingan tim kesayangannya, Persija mesti ditunda. Sebabnya, BLACKPINK bakal lebih dulu manggung di Stadion GBK.

Teror demi teror tak segan mereka lontarkan di akun media sosial Jennie cs. Hal itu tentu membuat BLINK, penggemar BLACKPINK, menjadi was-was. Mereka khawatir manakala konser idolanya akan dirusak orang tak bertanggung jawab.

Bukannya berlebihan, ancaman yang demikian memang mengimplikasikan kekerasan. Bahkan, sampai ada yang menyebut-nyebut Tragedi Kanjuruhan, kejadian kelam yang menewaskan ratusan orang.

Lihat bang fans Arema yang di Kanjuruhan turun kemarin," tulis akun TikTok Satrio***. Akun TikTok lainnya, Zida***, turut memberi ancaman, “Liat aja ntar pas konsernya wkwk siap-siap aje ya.”

Bukan Konser Pertama

Stadion Utama GBK sendiri sejatinya sudah berulang kali dijadikan venue konser. Sebelum BLACKPINK menggunakan area yang mampu menampung 77.193 orang itu, artis ternama Indonesia, Raisa, telah tampil di atasnya.

Pada 25 Februari 2023 kemarin, Raisa menggelar konser tunggal perdana. Istri Hamish Daud itu sukses menorehkan namanya sebagai musisi wanita pertama Indonesia yang manggung di SUGBK dengan 42.000 penonton.

Lima tahun sebelumnya, band legendaris Guns N Roses juga unjuk kebolehan di SUGBK. Malahan, konser bertajuk Not In This Lifetime ini turut dihadiri orang-orang kenamaan dari kalangan artis dan pejabat negara.

Pun jauh sebelum fenomena konser ‘melegenda’ di kalangan anak muda, Linkin Park sudah lebih dulu menghibur penggemarnya di SUGBK. Pertunjukan berdurasi 90 menit ini sukses mengguncang ribuan penggemar yang hadir.

Bermula dari Ajang Olahraga

Meski kini dimanfaatkan sebagai venue konser, acara keagamaan, hingga perhelatan politik, Stadion GBK mulanya dibangun guna menyambut ajang olahraga terbesar di Benua Kuning, Asian Games ke-IV.

Sebagai tuan rumah, Indonesia diharuskan membangun multi-sports complex. Jangankan punya, rupanya saja belum pernah terbayangkan di benak masyarakat awam. Sebab itulah, Soekarno menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 113 Tahun 1959 pada 11 Mei.

Beleid tersebut mengatur persoalan mengenai pembentukan lembaga Dewan Asian Games Indonesia (DAGI). Dalam mandatnya, Bung Karno meminta Menteri Muda Penerangan RI, Maladi, untuk membangun tempat olahraga dan segala kelengkapannya.

Meski titah yang demikian turun langsung dari sang penguasa, sejumlah pihak tidak serta merta menyetujuinya. Keraguan mulai bermunculan soal diserahkannya mandat tersebut kepada menteri muda, padahal Indonesia punya menteri senior lain.

Sebagaimana pemimpin yang menyatukan banyak kepala, Presiden Soekarno memastikan dalam sidang kabinet, bahwasanya, DAGI adalah lembaga non-pemerintah yang memang bertanggung jawab langsung kepada Asian Games Federation (AGF).

Usai mengarungi berbagai silang pendapat, pembangunan stadion olahraga pun dilakukan per 8 Februari 1960. Kendati sudah memberi mandat kepada bawahan terkait, Bung Karno tetap turun tangan.

Dedikasi Putra Sang Fajar

Keterlibatan Putra Sang Fajar tak tanggung-tanggung. Dirinya amat berdedikasi menjadikan ibu kota Indonesia sebagai pusat olahraga besar nan mewah. Salah satunya, dengan terjun langsung mencari lokasi representatif untuk gelaran Asian Games. 

Menteng, Rawamangun, sampai Bendungan Hilir sempat menjadi opsi lokasi kompleks olahraga terbesar di Indonesia. Pertimbangan pun terus dilakukan. Namun, Bung Karno malah memilih titik yang baru yang strategis: Senayan.

Pemilihan Senayan bukan tanpa pertimbangan. Menurut Presiden Soekarno, pembangunan kompleks olahraga di Senayan melengkapi narasi paket segitiga pembangunan Jakarta: Istana Negara sebagai pusat pemerintahan, Senayan pusat olahraga, sekaligus bagian barat sebagai ruang politik.

Perihal dana, Bung Besar tak ambil pusing. Persahabatannya dengan pemimpin Uni Soviet, Nikita Khrushchev, jadi jurus pamungkas. Dia langsung memberi Indonesia pinjaman lunak dengan bunga yang bisa dibayar dalam jangka panjang. 

Tak cuma itu, Khrushchev juga memberikan bantuan lain. Salah satunya, menerbangkan sederet insinyur dan teknisi Uni Soviet ke Indonesia. 

Dengan berbagai upaya yang demikian, kompleks olahraga megah bernama Gelora Bung Karno pun rampung pada 1962.

Editor


Komentar
Banner
Banner