bakabar.com, JAKARTA - Istana menunda proses pengurusan diri Firli Bahuri. Eks penyidik KPK Yudi Purnomo menilai sikap itu tepat.
“Apa yang dilakukan oleh Firli merupakan tindakan setengah hati untuk mundur sekaligus bisa menjebak presiden," katanya kepada bakabar.com, Sabtu (23/12).
Baca Juga: Mundur dari KPK, Sidang Etik Firli Bahuri Masih Lanjut!
Ia sebut menjebak, lantaran menggiring presiden melakukan kelasahan ketika mengeluarkan keppres memberhentikan Firli. Padahal tak ada dasar hukumnya.
“Untung saja setneg (sekretariat negara) cepat tanggap,” ucapnya.
Yudi memberi penjelasan tambahan soal pemberhentian Ketua KPK. Di mana diatur dalam UU. Bahwa hanya bisa dilakukan dengan alasan meninggal dunia; berakhir masa jabatan hingga melakukan perbuatan tercela.
"Menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan; berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya; mengundurkan diri; atau dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang ini,” sambungnya.
Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana merespons surat pemberhentian yang dilayangkan Firli Bahuri sebagai ketua komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
Kata dia, Keputusan Presiden (Keppres) soal pemberhentian Firli tak dapat diproses.
Baca Juga: Istana Terima Surat Pengunduran Firli Bahuri dari Ketua KPK
“Keppres pemberhentian Bapak Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK tidak bisa diproses lebih lanjut. Karena dalam surat tersebut (yang ditujukan ke Presiden), Pak Firli tidak menyebut mengundurkan diri, tetapi menyatakan berhenti,” kata Ari di Jakarta, Jumat (22/12).
Ia menjelaskan, pernyataan berhenti tidak dikenal sebagai syarat pemberhentian Pimpinan KPK. Sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Undang-Undang KPK katanya.