bakabar.com, JAKARTA - Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menilai TPNPB-OPM di bawah pimpinan Egianus Kogoya masih gencar melancarkan serangan psikologis dan propaganda negatif.
"Aksi-aksi pembunuhan itu menunjukkan bahwa KKB terus berusaha melancarkan operasi psikologis dan melakukan propaganda negatif," kata Direktur Eksekutif ISSES, Khairul Fahmi kepada bakabar.com, Minggu (16/7).
Baca Juga: Lagi! OPM Tembak Mati Warga Diduga Mata-Mata di Papua
Fahmi menambahkan TPNPB-OPM juga masih menghantui masyarakat dengan menebar ketakutan lewat aksinya melayangkan nyawa warga sipil.
Bahkan mereka melempar tudingan terhadap TNI-Polri yang menjadi pelaku pembunuhan.
"Sejauh ini tidak pernah ada bukti yang memperkuat tuduhan itu. Sementara pihak TNI-Polri juga selalu membantah dan menolak tuduhan," jelas dia.
Baca Juga: DPR: OPM Serupa Gerombolan Teroris yang Serakah!
Menurutnya, aksi itu juga merupakan bentuk teror yang tujuannya adalah menunjukkan eksistensi dan menebar ketakutan di tengah masyarakat.
Meskipun tidak ada bukti kuat, tuduhan itu membentuk stigma bahwa aparat intelijen di Papua kerap menggunakan profesi tukang ojek sebagai kedok.
Di satu sisi, hal itu meningkatkan risiko keselamatan bagi warga yang berprofesi sebagai tukang ojek. Di sisi lain, masyarakat juga dirugikan dan kesulitan mengakses lokasi dengan kondisi jalan kurang baik dan sarana transportasi terbatas.
Baca Juga: Polemik Uang Tebusan Pilot Susi Air: Polisi Membantah, OPM Ngotot
"Jika ojek tak lagi beroperasi karena ketakutan," lanjut Fahmi.
Kata Fahmi, harus diakui bahwa sulit untuk benar-benar menghilangkan risiko dan ancaman bagi keselamatan para tukang ojek.
Secara jangka pendek tentu mesti terdapat upaya konkret untuk melindungi keselamatan para warga sipil.
"Secara jangka panjang, harus ada upaya membangun kepercayaan, menghapus stigma dan melawan propagan dan negatif KKB," ujar Fahmi.
Ia pun berharap agar aparat intelijen yang menjalankan misi rahasia maupun misi klandestin di Papua sepertinya juga perlu lebih cermat dan berhati-hati dalam aktivitasnya.
"Agar tidak merugikan para pelaku profesi yang sebenarnya," ungkap Fahmi.
"Misi harus benar-benar tersembunyi lalu identitas samaran harus dijalankan dengan sewajar mungkin," pungkasnya.