Hot Borneo

Instruksi Penghentian Obat Sirop di Banjarmasin: Puskesmas Manut, Apotek Masih Menjual

Kemenkes RI menginstruksikan penyetopan pemakaian obat sirup untuk sementara waktu.

Featured-Image
Buntut temuan kasus ginjal akut pada ratusan anak di Indonesia, Kemenkes RI instruksikan untuk menghentikan distribusi obat sirup. Foto: detikcom

bakabar.com, BANJARMASIN - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menginstruksikan penyetopan pemakaian obat sirop untuk sementara waktu.

Aturan itu tertuang dalam surat edaran bernomor SR.01.05/III/3461/2022 pada Selasa (18/10). Dikeluarkan setelah ditemukannya 206 kasus gagal ginjal akut misterius terhadap anak-anak di 22 provinsi Indonesia pada 8 Oktober 2022 lalu.

Dari surat edaran itu, Kemenkes menginstruksikan kepada fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) dan apotek tidak meresepkan obat dalam bentuk sirop sampai dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah.

Menindaklanjuti hal tersebut, sejumlah puskesmas di Banjarmasin langsung menghentikan pemberian obat sirop kepada masyarakat yang berobat.

Kepala Puskesmas Cempaka, Muhammad Fuadi, mengatakan pihaknya telah mengikuti instruksi dari Kemenkes RI.

"Kalau penggunaan obat sirop sudah kami hentikan sesuai arahan Kemenkes dan Dinkes," katanya, Kamis (20/10).

Penghentian pemberian obat sirop, kata Fuadi, akan dilakukan hingga ada instruksi lebih lanjut dari Kemenkes RI.

"Kami sudah rapat internal bersama tim dokter dan apoteker Puskesmas Cempaka. Serta sudah koordinasi kepada semua karyawan puskesmas. Jadi di Puskesmas Cempaka obat sirop kami tidak memberikan lagi. Kalau untuk bayi dan anak-anak kami gunakan obat yang dibuat puyer," paparnya.

Sementara itu, salah satu apotek di Banjarmasin, ada yang masih menjual obat sirup. Bagian penyedia obat salah satu apotek tersebut, Ahmad Yadi Badali, mengaku jika pihaknya masih belum menerima surat edaran dari Kemenkes RI. 

Meski pada dasarnya dia sudah sempat mendengar instruksi Kemenkes, tapi pihaknya masih belum mengikuti hal tersebut.

"Kami tidak tahu yang dilarang obat sirop jenis apa saja. Apa obat sirup paracetamol saja atau sirup lainnya dan kandungan apa saja yang dilarang," ungkapnya. 

"Kami masih menunggu. Apabila SE dikeluarkan dan kami terima. Baru kami setop penjualannya," imbuhnya.

Saat ini penjualan obat sirup untuk anak cukup tinggi. Mayoritas obat untuk pereda pilek, batuk, dan penurun panas. 

"Jadi tingkat penjualan obat sirup penurun panas maupun obat sirup lainnya lumayan banyak karena kondisi musim sekarang," jelasnya.

Sementara itu, BPOM Banjarmasin menilai kebijakan tersebut diambil sebagai bentuk kehati-hatian terhadap temuan kasus gagal ginjal akut, utamanya pada anak-anak.

"Saat ini masih dalam tahap penelitian penyebab utamanya. SE dari Kemenkes RI meminta sarana pelayanan medis sementara waktu tidak menggunakan dan menjual obat sirop," jelas Kepala BPOM Banjarmasin, Leonard Duma.

Leonard menekankan sedari awal pihaknya sendiri melarang penggunaan kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dalam obat sirop.

"Sehingga walaupun nanti ada kandungan tersebut dalam obat sirop bukan sebagai pemanis atau bahan yang sengaja ditambahkan. Tapi sebagai kontaminan atau bahan pencemar di dalam bahan yang digunakan," jelasnya.

BPOM, kata dia, saat ini sedang melakukan pengujian adanya Etilen Glikol dan Dietilen Glikol di dalam sirup. Dia bilang hasil dari penelitian akan diketahui sesegara mungkin. Andai ada yang produk diminta ditarik dari perusahaan, sebut dia, bukan berarti terbukti menyebabkan gagal ginjal.

"Melainkan karena dari awal dilarang menggunakan kandungan Etilen Glikol dan Dietilen Glikol. Karena menjadi bahan pencemar. Apalagi kalau ada yang sengaja menambahkan, pasti akan dilakukan tindakan yang sangat tegas," tuntasnya.

Adapun daftar obat sirop yang dilarang berdasarkan informasi dari World Health Organization (WHO) yang diproduksi dari produsen farmasi di India.

BPOM menyebutkan daftar obat sirop yang dilarang adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup.

Daftar yang dilarang itu diproduksi oleh Maiden Pharmaceutical Ltd, India dan tidak terdaftar di BPOM sebagai obat sirup yang beredar di Indonesia.

Editor


Komentar
Banner
Banner