bakabar.com, JAKARTA - Indonesia adalah titik sentral penentu harga minyak nabati dunia. Begitu kata Direktur Godrej Internasional, Dorab Mistry.
"Produksi kelapa sawit Indonesia yang merupakan eksportir sawit terbesar dunia. Ditambah dengan adanya ancaman dampak El Nino. Sehingga reaksi Indonesia terhadap kondisi pasar menjadi sangat penting," kata Dorab Mistry pada Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Bali, Sabtu (4/11).
Secara makro harga minyak nabati untuk 2024 dipengaruhi beberapa hal. Perkembangan suku bunga The Federal Reserve System (The Fed). Kemungkinan resesi tahun depan dan berakhirnya perang Ukraina serta di Gaza.
Baca Juga: Minyak Kelapa Sawit Naik Rp310 Ribu Per Ton
Dan tak kalah penting. Perkembangan harga dolar AS juga mendominasi stabilitas pasar minyak nabati.
Peneliti minyak nabati global Oil World, Thomas Mielke memprediksi kelapa sawit dunia bakal mengalami penurunan. Setidaknya selama sepuluh tahun ke depan.
Dengan rata-rata hanya 1,7 juta ton per tahun hingga 2030. Berbeda dengan kondisi sebelumnya, yakni periode 2010 hingga 2020 di mana kenaikan produksi mencapai 2,9 juta ton.
Sementara, kata Thomas, konsumsi minyak nabati global dalam sepuluh tahun terakhir terus meningkat signifikan. Terutama untuk kebutuhan makanan, energi dan oleokimia.
Baca Juga: Produksi Kelapa Sawit, Menteri Limpo: Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi
"Dengan perkiraan yang ada ini, diperkirakan akan terjadi defisit produksi global pada 2024, maka diprediksi akan terjadi kenaikan harga minyak nabati," katanya.
Biar tahu saja. Kelapa sawit Indonesia menyumbang 54 persen dari ekspor dunia. Namun penurunan produksinya membuat daya saing minyak nabati di pasar global jadi memburuk.
Dia memprediksi penurunan ekspor masih akan terjadi selama dua tahun ke depan. Seiring dengan turunnya produksi sawit Indonesia.